Sunday, 17 April 2022
Dinding
Saturday, 16 April 2022
Agar Tidak Menjadi Munusia Penuh Penyesalan
Friday, 15 April 2022
Tiga Hari, Tiga Simpulan
Thursday, 14 April 2022
April
Wednesday, 13 April 2022
Berhenti atau Lanjut?
Tuesday, 12 April 2022
Tetap Beribadah walaupun Rebahan
Monday, 11 April 2022
Ramadan yang Produktif
Sunday, 10 April 2022
Menakar Harapan
Saturday, 9 April 2022
Privilege Jika Dicintai oleh-Nya
Friday, 8 April 2022
Fatamorgana
Thursday, 7 April 2022
Melepas Keterikatan pada Dunia yang Sementara
"Penderitaan merupakan petunjuk ke arah keadaan terikat kita. Keterikatan semu kita berada pada sesuatu yang membuat kita menangis, yang menimbulkan rasa sakit paling besar. Pada hal-hal itulah kita mengikatkan diri, padahal seharusnya kita hanya mengikatkan diri pada Allah." [Hal.7]
Disclaimer: tulisan ini adalah sebuah review singkat sehabis membaca ulang "Reclaim your Heart" yang ditulis Yasmin Mogahed. Salah satu buku bertema self help islami yang membantu saya melewati saat "tidak baik-baik saja" dalam hidup.
Bagi saya, buku yang telah menjadi perantara bagi begitu banyak kesadaran yang akhirnya membuat saya merenung, menyelami perasaan paling gelap yang selama ini berusaha saya sangkal. Memang tidak ada karya sempurna, tapi buku ini bisa membantu siapa pun yang ingin melihat gambaran hubungan antar manusia dan kehidupan dengan segala kompleksitasnya dengan sederhana. Saya anggap sederhana sebab penulis selalu mampu mengambil contoh yang tak perlu inteligensi tingkat tinggi tuk paham. Analogi yang dihadirkan sangat membantu pembaca memasuki ruang-ruang kontemplasi dengan nyaman.
Tentang hakikat cinta, Tuhan, dan hubungan manusia yang taramat rapuh jika berpegang pada kefanaan, dunia. Setiap bab disertai potongan ayat Al-Qur'an yang bisa kita tadabburi tuk mencapai pucuk pemahaman mendalam mengenai keterikatan, jebakan dunia dan bagaimana kita harus menghadapinya. Tak ketinggalan juga beberapa hadis menjadi penegas argumen penulis, membuat buku ini sangat layak tuk menjadi rujukan bacaan bagi siapa pun yang tengah mengalami badai kehidupan; putus asa, kecewa dan segala macam bentuk patah hati yang sungguh melahirkan penderitaan.
Bahwa semua ujian yang dihadirkan, takdir-takdir tak diinginkan, sejatinya adalah cara Tuhan mengajarkan hamba-Nya untuk bersandar pada satu-satunya zat yang mahakuasa, maha segalanya. Sebab akan selalu ada jalan keluar di setiap kesulitan yang menimpa.
Buku yang menenangkan, pelan-pelan, dan pasti: membawa pembaca pada kesejatian hidup, cinta sejati, dan kebebasan hakiki.
Saya ingin orang-orang membaca buku ini sebab bagi saya pribadi, buku ini sungguh melegakan, dan saya sepenuhnya yakin: kata-kata memang akan bisa menjadi obat bagi segala duka. Kata-kata-Nya, yang semestinya mampu memulihkan luka di hati. Tentu, selepas kita kembali dan membacanya sungguh-sungguh.
-Hari kelima-
Sampai Kematian Menyudahi
Tuesday, 5 April 2022
Tips Agar Istiqamah
Istiqamah memang berat. Konsisten melakukan kebaikan bisa sedemikian sulit karena manusia (saya pribadi) bisa goyah dan memang naik turun iman kadang tidak teratasi hingga istiqamah bisa drop di tengah jalan.
Lalu bagaimana agar istiqamah?
Sebagai seseorang yang belum maksimal melakukan usaha-usaha untuk istiqamah, yang tahu dan ada ilmu tapi pengamalan masih nihil, maka biarkan saya me-review kembali cara-cara agar kita bisa istiqamah:
(dinukil dari salah satu ceramah ustaz Adi Hidayat).
1. Pelajari ilmunya: cari hadits, ayat, petunjuk/tata cara dalam pelaksanaan ibadah. Ingat, ilmu akan menjaga kita melakukan ibadah dengan benar.
2. Catat/kumpulkan motivasinya. Ini sangat membantu kita saat iman kita melemah. Misal: tulis keutamaan tahajjud dan tempel di tempat yang mudah terlihat. Nah, ini saya belum mengamalkan. Tapi memang sangat ampuh menurut pengalaman lalu. Saya ketika masih santri sampai sekarang paling ingat tentang keutamaan dua rakaat sebelum subuh dan membaca Al-Kahfi malam Jumat. Alhasil, sebisa mungkin tidak alpa. Rasanya rugi besar jika sampai terlewat, walaupun tetap saja pernah salat subuh di saat langit sudah terang dan kekeuh tetap ambil sunnah dulu (oke, ini bukan contoh yang baik).
3. Hadirkan ancaman Allah di saat terbersit niat menyimpang. Contoh: (surah 62:11) masa iya, akhirat kelewat karena urusan dunia?
4. Terakhir: berdoa. Iya, kita harus selalu meminta dikuatkan, dimudahkan dalam istiqamah. Ya muqallibal qulub tsabbit qolbi ala dinik wa ta'atik… Laa tuzi'qulubana ba'da iz hadaitana ….
Selamat mengamalkan dengan sebaik-baik ikhtiar.
-Hari ketiga-
Monday, 4 April 2022
Sekolah Pertama
Disclaimer: Tulisan ini ke-trigger setelah membaca salah satu cuitan di Twitter, kenapa seorang ibu lebih memilih menyekolahkan anaknya di swasta dibanding negeri. (bisa dibaca di sini). Tulisan ini tidak terstruktur, dan mungkin akan melompat-lompat. Maklum, saya hanya sekadar berusaha menuangkan apa yang melintas di pikiran saya tanpa sempat berpikir soal keefektifan kalimat sebagaimana sebaiknya sebuah tulisan disusun.
Tulisan ini sebenarnya lebih ke curhatan berdasar pengalaman dan pengamatan pribadi yang tentu bersifat subjektif. Dan lagi, saya menulis ini karena saya sepenuhnya sepakat bahwa pendidikan seorang anak dimulai dari rumah. Ibu adalah sekolah pertama bagi anak-anaknya, maka seorang ibu seharusnya memiliki ilmu parenting yang mumpuni sebelum memutuskan menjadi seorang ibu. Jelas, peran ibu bukanlah tanggungjawab yang ringan. Konsekuensi menjadi orang tua adalah tantangan besar, khususnya ibu. Ibu, yang bahkan disebut tiga kali dalam sebuah hadis sebelum ayah dalam hal bakti.
Sebagai seseorang yang lahir dari ibu yang meskipun tak mencicipi pendidikan hingga ke perguruan tinggi, (tapi tetap berdedikasi penuh mendidik anaknya) saya merasa harus menyampaikan isi kepala saya selama ini, sebagai seorang anak atau mungkin calon ibu nanti.
Memang, tidak ada ibu yang sempurna, tapi kabar baiknya; ibu selalu berusaha memberi yang terbaik untuk anak-anaknya, (dari aspek pendidikan salah satunya). Bukan kebetulan jika saya anak bungsu yang mau tidak mau akan selalu melihat ke kakak-kakaknya. Secara tidak langsung dan tanpa saya sadari, saya cukup memerhatikan pola-pola parenting dari kakak perempuan saya ataupun kakak ipar (fyi, semua kakak saya sudah menikah dan menjadi orang tua). Anggap saja saya menulis ini semacam hasil 'membaca' saya terhadap sekitar, karena saya jelas tidak punya pengalaman apa pun sebagai ibu/orangtua.
Pertama, tantang menyadari peran. Jauh sebelum menjadi sekolah bagi buah hati, seorang ibu mesti mempersiapkan diri. Bukan hanya soal mental, tapi juga ilmu. Memang, ada istilah "belajar sambil jalan" dan ini tidak sepenuhnya keliru. Namun, jika bisa mempersiapkannya dengan lebih matang, why not? Praktik tentu tidak seringan tulisan ini, tapi sekali lagi saya pertegas "persiapan adalah kunci", dalam hal apa saja. Sebuah tujuan takkan tertempuh tanpa sebuah kesiapan. Analogi sederhananya, kita mungkin takkan selamat jika nekad mendaki gunung tanpa persiapan; bekal, strategi, tubuh yang fit, hingga pemandu perjalanan jika baru pertama kali.
Demikian dengan seorang ibu. Sebagai sosok yang akan mengajarkan banyak hal untuk yang pertama kali kepada anaknya, ia haruslah memiliki kesiapan ilmu; sebagai sekolah yang seharusnya mencerdaskan murid, tentu mesti memiliki fasilitas yang layak. Mungkin seperti 1001 cara mengahadapi buah hati; ketulusan, kesabaran, cinta dst. Seluruhnya harus ada tuk mencapai sebuah tujuan.
Saya sepakat dengan statement "jika kau malas belajar, ingatlah bawah anakmu layak dilahirkan dari ibu yang pintar" yah, paling tidak punya kesadaran dasar seorang ibu. Namun, sekali lagi: jadi ibu itu tidak gampang!
Kedua, cara mendidik yang baik salah satunya adalah dengan menjadi teladan. Karena anak tentu akan menyerap apa yang dilihat ataupun didengar dan akan tersimpan otomatis dalam memorinya. Maka sebagai ibu, seorang perempuan juga harus memberi contoh yang baik. Seperti, jika ingin anak tertarik dengan buku, tunjukkanlah sesering mungkin kebiasaan membaca.
Saya termasuk beruntung memiliki ibu yang bisa dibilang sangat baik dalam hal menjadi role model. Saya terbiasa dengan sederet hal-hal baik yang sejak kecil diperlihatkan mama. Sosok perempuan dengan sejuta kebaikan yang ingin kucontoh. Mama yang mengajari kejujuran, sopan santun, menghormati tamu, menjaga kebersihan, jangan marah, jangan menunda, selalu tepat waktu, hingga membacalah sebanyak-banyaknya buku. Singkatnya, saya mempelajari banyak sekali hal yang tak mungkin saya dapat di bangku sekolah. Meski tidak sempurna, tapi didikan mama sangat mempengaruhi karakter saya, terlepas dari lingkungan saya 10 tahun terakhir.
Terakhir, (karena tulisan ini semakin panjang) betul, kita tidak punya hak tuk memilih akan terlahir dari ibu yang seperti apa, tapi kita sepenuhnya bisa memutuskan, akan menjadi ibu bagaimana kita nanti. Sebenarnya, ini redaksi lain dari kalimat: kita tidak bisa memilih keluarga kita tapi kita selalu bisa memilih pasangan hidup, teman dalam membangun sebuah keluarga tentu saja.
-Hari kedua-
Sunday, 3 April 2022
Persiapan Adalah Kunci
Belajar dari pengalaman sebulan terakhir yang setiap malam Ahad dikejar deadline, asli bikin uring-uringan; tiga jam (sebenarnya dua jam) sebelum submit tugas baru buka modul, riset tipis-tipis, menentukan topik, hingga baru nge-instal wps, nulis seadanya, bingung dengan fiturnya, drama yang berujung bodo amat yang tidak pada tempatnya. Lalu perbedaan zona waktu menjadi begitu indah.
Sama dengan Ramadan, semua butuh persiapan yang mumpuni biar hasilnya maksimal. Tamu ini cuman datang sekali loh setahun, harus dijamu dengan sebaik-baiknya supaya meninggalkan kesan terbaik.
Persiapan versiku: ngulik materi seputar Ramadan (baca buku, ikut kajian daring, catat poin pentingnya) nge-print jurnal, checklist harian, membuat daftar doa, nyusun strategi kejar khatam sesuai target, nulis daftar forbidden things, dst.
Karena puasa adalah menahan, maka Ramadan adalah medan ujian yang menantang: tidak sekadar menahan haus dan lapar, tapi juga sederet menahan lainnya. Sejauh ini yang terberat bagiku: nahan ngantuk tanpa kopi.
Namun, dengan segala persiapan, ternyata tidak akan menjamin jika Ramadan akan selalu baik-baik saja, berjalan mulus tanpa hambatan. Tidak semudah itu Ferguso! Konsisten itu berat, Istiqamah butuh latihan panjang, dan menjaga iman tetap stabil (karena iman memang akan naik turun), tidak jatuh tersungkur terlalu dalam, futur, seluruhnya membutuhkan perjuangan yang sungguh-sungguh.
Selanjutnya akan kutulis tips-tips biar keep on the track, Istiqamah.
Tabik!
-Hari pertama-