Tuesday, 30 August 2022
Day #30 I heal Myself
Day #29 Terbanglah Resah
Day #28 Maaf Untuk Ayah dan Ibu
Day #27 Kegagalan Terbaik Dalam Hidupku
Day #26 Ketika Semua Berubah
Day #25 Aku Berharga
Wednesday, 24 August 2022
Day #24 Maaf Terbaik
Tuesday, 23 August 2022
Day #23 Tumbuh dari Luka
Monday, 22 August 2022
Day #22 Menjadi Nyata di Antara Maya
Lelahnya jiwaku karena sosial media dan bagaimana aku akan menjadikannya sebagai sumber semangat.
Scroll Instagram sampai bosan, lalu pindah ke Twitter, lanjut membuka Facebook, kembali ke WhatsApp (repeat). Terlalu banyak stimulus, banjir informasi, takut ketinggalan berita, ikut trending, antusias dengan segala yang viral di linimasa. Hiruk pikuk dunia virtual yang menjebak. Lupa, ada dunia nyata yang mesti dihadapi.
Melihat jauh ke belakang, saat begitu aktif di berbagai sosmed; Facebook hingga instagram. Berselancar di sosial media begitu menyenangkan, bikin kecanduan dan tak jarang malah membuat lupa waktu. Sebuah kebiasaan buruk yang perlahan kutinggalkan. Tidak mudah memang, tapi seiring bertambahnya usia dan banyaknya pemahaman baik, aku tersadarkan—terlalu lama berada di rumah maya betul sangat melelahkan dan bisa menjadi berbahaya.
Setelah berefleksi dan membuat komitmen dengan diri sendiri untuk secara berkala melakukan detox sosmed, Alhamdulillah dunia maya tidak lagi memberi efek negatif seperti dulu; sampai kecanduan—sekarang justru menjadi sumber banyak kebaikan.
Ada semangat untuk memanfaatkan sosial media sebaik-baiknya, tahu batasan dan tujuan setiap kali membuka beranda Maya. Sebab sosial media hanya alat—sesutu yang sebenarnya netral. Penggunanya memiliki kendali penuh; terbawa arus dan kelelahan, atau tetap tenang karena tahu betul, jika aktivitasnya di sosial media adalah sesuatu yang membawa manfaat untuk dirinya. Karena baginya, rumah maya adalah tempat yang nyaman, menjadi sumber ilmu, penuh inspirasi dan energi positif.
9:12 pm
Sunday, 21 August 2022
Day #21 Simple Things, Big Happiness
Saturday, 20 August 2022
Day #20 Hidupku Berharga
Friday, 19 August 2022
Day #19 Dear, Me
Thursday, 18 August 2022
Day #18 Jangan Sakiti Aku
26 hal yang kutulis dari siang sampai sore hari ini
Wednesday, 17 August 2022
Day #17 Ingin Mengulangnya, Sekali Lagi
Day # 16 Tantangan Itu Biasa, Menyelesaikan Itu Istimewa
Day #15 Alhamdulillah, For Everything
Day #14 Lelahku Hari Ini
Saturday, 13 August 2022
Day #13 Bahasa Cinta
Friday, 12 August 2022
Day #12 Syukurku kepada-Mu
Thursday, 11 August 2022
Day #11 Beranjak Dewasa
Wednesday, 10 August 2022
Day #10 Kepada Masa Depan
Kekhawatiranku akan masa depan: jodoh, karier, keluarga, kematian, dan kehidupan akhirat. Bagaimana aku harus menyikapi kekhawatiran-kekhawatiran itu?
Jadi manusia dewasa itu sulit, ada banyak kekhawatiran yang harus dihadapi. Memang, dewasa bukan soal usia dan angka, tapi mindset. Sebab semakin bertambah umur seseorang, tak selalu sejalan dengan berkembangnya perspektif. Dari sini sudah kelihatan urgensinya belajar, membaca buku-buku dan yang juga tak kalah penting; sadar kebutuhan akan ilmu. Kadang, saya miris sendiri ketika berbicara dengan seseorang yang berpendidikan (sudah sarjana, bahkan lebih), tapi sayang sekali karena pola pikir ataupun perilakunya sangat tidak menggambarkan seorang yang terdidik (tidak ada maksud men-judge atau menggeneralisir pihak mana pun, tapi ini ironi dalam pengalaman pribadiku). Singkatnya, banyak orang di usia dewasa tapi masih tidak dewasa.
Membahas kedewasaan tentu akan sangat panjang dan bukan di sini sekmennya. Aku hanya mencoba menulis apa pun hasil pikiranku setelah mengulik sederet kakhawatiran tentang masa depan yang pernah kurasa selama di fase dewasa ini. Masih nyambung dengan tema kemarin, namun tulisan kali ini tentang kekhawatiran yang paling umum; soal karier, jodoh, keluarga, kematian sampai akhirat (karena kemarin terasa terlalu khusus, sangat personal, dan memang pure kekhawatiran pribadi di momen terbaik tuk meng-explore nilai spiritual).
Usia 20-an memang masa-masa mengkhawatirkan berbagai macam hal, siapa jodohku nantinya (untuk yang single), apakah akan bertemu cinta sejati seperti di novel-novel, dan bagaimana jika tidak? Bagaimana karirku ke depannya; apa harus sesuai passion-ku, atau apa yang benar-benar kuinginkan sebenarnya? Dan masih banyak daftarnya jika dituliskan dalam sederet pertanyaan khas quarter life crisis. Aku pun pernah mempertanyakan semuanya, mencari-cari jawaban untuk meredakan segala cemas yang meresahkan.
Menyikapi ini kadang tidak mudah, terlebih jika kita masih tidak mengenal diri sendiri dengan baik. Seperti yang pernah kubaca entah di buku mana, bahwa salah satu penyebab kecemasan dan kekhawatiran adalah karena kita takut terhadap ketidakpastian; masa depan. Ketakutan lahir karena kita memiliki banyak kemungkinan gagal dan tanpa sadar, mungkin kita hanya fokus melihat ke dalam area buram itu; ketidakjelasan masa depan dengan segala kekhawatirannya.
Karena semua kekhawatiran itu berasal dari ketakutan akan segala ketidakpastian, maka aku memilih menyikapinya dengan belajar. Mulai dari belajar lebih mengenal diri sendiri, apa yang sebenarnya kucita-citakan lalu mencari tahu jalan-jalan apa yang mungkin bisa dan akan kutempuh. Aku mengikuti banyak webinar terutama yang menyangkut semua kekhawatiran tadi: membangun personal branding untuk karier, financial planning, self love, hingga healing before wedding. Apa pun, topik-topik yang kuanggap penting untuk menghadapi masa depan.
Karena dengan ilmu hidup kita akan sangat terbantu; untuk meminimalisir sedikit mungkin langkah yang keliru dan mengantisipasi segala kemungkinan terburuk yang bisa terjadi di masa depan. Dan yang tak kalah pentingnya lagi adalah memperbaiki self awareness. Ini pun bagian dari mengenal diri sendiri, sesederhana tahu value kita apa, untuk menjaga setiap tindakan dan keputusan kita tetap memiliki pijakan dan tak hilang arah.
Terakhir, jangan lupa untuk terus melatih kecerdasan spiritual, karena jika kecerdasan spiritual seseorang betul-betul bagus, bisa dipastikan kecerdasan emosi dan kecerdasan intelektualnya juga oke. Yang ini saya comot dari salah satu ngaji filsafat Dr. Fahruddin Faiz di Youtube.
—Makassar, di penghujung hari yang tenang