"Empat
titik tujuh" seperti itulah para instruktur sering memanggilku. Empat berarti
aku adalah anggota dari kelompok empat sedangkan tujuh merupakan nomor urut
dari sepuluh anggota kelompokku.
Empat
titik tujuh yang tidak lain adalah identitasku selama mengikuti DAD (darul
arqam dasar). Sebuah pengkaderan yang wajib diikuti oleh setiap mahasiswa
Universitas Muhammadiyah Makassar. Aku adalah salah satu peserta DAD angaktan
ke-39 yang diselenggarakan oleh PIKOM (pimpinan komisariat) IMM (ikatan
mahasiswa muhammadiyah) FISIPOL-tempatku menimbah ilmu saat ini).
Pengkaderan
yang kuikuti selama lima hari diakhir februari tahun ini adalah salah satu
pengalaman luar biasa. Tak kusangka jika dad yang sebelumnya kuanggap hanya
formalitas belaka ternyata mampu memberikan sesuatu yang begitu membekas.
Sesuatu yang akan selalu kuingat sebagai sebuah pengalaman berharga sekaligus one
of my unforgettable moments.
****
Bagiku,
lima hari dad merupakan detik-detik yang sangat mengesankan. Kami tidak
diperbolehkan memegang hp juga benda-benda yang dianggap bisa mengganggu.
Semuanya disita semetara waktu. Di hari pertama dan kedua, aku merasa itulah
hari terberat selama dad berlangsung. Bagaimana tidak, dua hari itu kami masih
berusaha untuk beradaptasi dengan sistem dad yang sungguh
menguras tenaga.
Pukul
3:30 adalah awal dari seluruh aktivitas yang dimulai dengan tahajjud berjamaah,
lalu mengaji hingga adzan subuh. Setelah subuh kami mengikuti kajian ayat (tadabbur
Al quran) yang dibawakan oleh pendamping kelompok.
"Empat
titik tujuh” seringkali disebut sebut-sebut oleh pendamping karena aku sering
menguap bahkan sesekali tak sadarkan diri saat kajian ayat. Harus kuakui jika
“ngantuk” adalah sesuatu yang paling sulit kutaklukkan juga bagian terberat
yang nyaris membuatku menyerah. Tapi Alhamdulillah karena aku berhasil
melewatinya.
Kajian
ayat berlangsung sekitar satu jam lalu dilanjutkan dengan mendengarkan materi
hingga pukul satu malam. Kami diharuskan duduk berjam-jam menyimak pemateri.
Cukup makan tiga kali, shalat lima waktu dan izin ke wc menjadi jeda yang
melegakan sepanjang 24 jam. Inilah bagian yang paling sulit selama prosesi dad,
dimana kami harus tetap fokus menerima materi, berjuang melawan ngantuk, dan belajar mengabaikan
lelah hingga waktu istirahat tiba.
Dua
hari kami merasa bahwa waktu berjalan sangat pelan dan menyiksa. Keluhan mulai
keluar dari bibir kami. Sebagai peserta kami harus merasakan capek level dewa yang terasa
meremukkan badan sebagai konsekuensi dari keikutsertaan dalam kegiatan ini. Mau
tidak mau, kami harus melaluinya.
Hari
ke-tiga dan ke-empat kami mulai terbiasa dan terasa tidak sesulit dua
hari sebelumnya. Kegiatan berlangsung seperti biasa. Masih ada rasa lelah namun
mengesankan. Khusus hari ke-empat tepatnya di malam terakhir kami mengikuti sesi
untuk merenung jamaah. Sebuah renungan yang membuat seisi forum riuh oleh
tangisan. Sungguh malam yang luar biasa.
Hari
ke-lima adalah akhir dari pengalaman yang luar biasa ini. Aku merasa sangat
bersyukur dan beruntung bisa mengikuti dad kali ini. Karena dad sudah
memberikan banyak hal berarti. Selain pengalaman, dad juga memberiku tambahan
ilmu juga pelajaran berharga seperti bagaimana menikmati sebuah proses, sesulit
apapun kita tidak boleh menyerah. Berlatih untuk tetap sabar dan ikhlas adalah
hal yang sulit namun tidak mustahil, kita menjadi sanggup setelah melewati
proses yang tidak mudah.
Dad
seperti angin segar yang terasa memperbaiki banyak pemahaman-pemahaman hidupku.
Maka Setelah dad ini aku bertekad, jangan sampai lima hari bersejarahku berlalu
tanpa makna. Aku tak ingin dad hanya berakhir sebagai pengalaman yang tak
terlupakan. Biarkan dad menjadi momentum untuk sebuah perubahan lebih
signifikan ke arah yang lebih baik lagi.
Aku
akan berusaha mengamalkan ilmu yang kudapatkan selama dad, juga
kebiasan-kebiasan baik yang dibentuk selam lima hari bisa terus berlanjut. Dan
semoga saja aku bisa konsisten, selalu istiqomah untuk kebaikan Insya Allah…
#One Day One Post