Pada akhirnya, ada hati yang harus ditata kembali. Ini bukan sekedar
tentang menyembuhkan rasa sakit yang sempat ditorehkan kecewa. Bukan pula soal
menenangkan tiap resah. Tapi lebih dari itu.
Menata hati yang mesti adalah merapikan kembali tiap asa
yang berserak sepanjang detak-detik penuh kecemasan. Oleh begitu banyak
keinginan-keinginan, juga jawaban-jawaban tuk meng-iyakan berbagai
kemungkinan baik yang sempat tercipta oleh kesibukan hati berharap. Untuk
perasaan yang terlanjur luka. Pada Angan yang melebihi
batas. Atas rindu yang terlalu. Dan oleh ekspektasi yang sempat
teralamatkan kepada ia, seseorang yang mungkin tak seharusnya dan
selayaknya dicinta. Sebab kau tahu betul, tak ada cara mencintai hati yang
masih menjadi tuan bagi orang lain, pemilik masa lalu. Tak ada gunanya. Hanya menguras begitu banyak energi hingga lelah pun tiba. Membangunkanmu pada kesadaran yang sempat terlelap. Bahwa mungkin seperti itulah definisi mencintai yang paling salah.
Setelah semua se-terang matahari pagi, tak ada lagi yang harus dilakukan selain segera Menata Hati.
Perlahan menjauhi titik luka. Memberi jarak pada tiap kesempatan yang
akan mengantar, tuk kembali mencicipi rasa sakit. Seharusnya seperti itu
jika memang tak ingin lagi tersakiti. Diam-diam. Dalam-dalam. Sebuah
kondisi paling menyedihkan saat hati terus saja berteriak lantang,
tentang betapa tersiksanya ia kini. Namun logika malah abai. Ia teramat
buta dan enggan percaya jika kenyataan slalu saja tak segaris dengan
harapan.
Ketahuilah, perasaan adalah sesuatu yang tak layak tuk membuat kita menghamba. Apalagi demi hal yang sudah pasti. Bahwa
tak ada yang akan kau dapatkan selain pilu paling perih dari bertahan tuk
tetap ingin memiliki hati yang sudah digenggam erat oleh bayangan yang entah. Kau
pun tak bisa melihatnya. Yang kau tahu ia memang ada. Mungkin sebagai peringatan: tak usah mendekat, apalagi mengharap.
Menata hati: Berhenti tuk menginginkanya. Sederhana meski alur
yang harus ditempuh tak pernah sederhana. Namun, jika tak begitu, apa
masih sanggup? Menahan lara yang mengepungmu, menyesakkan dada. Berulang
kali membuat gaduh sesuatu di dalam sana. Milikmu yang berharga berderak
patah olehnya. Sudahi, waktunya kembali. Mengemas rasa, dan pelan-pelan
memulihkan diri.
|| 06/07/2017