"Jom(b)lo itu pilihan" demikian
kalimat pembelaan mereka yang merasa tidak nyaman atau mungkin kurang sepakat
jika jomblo sering disandingkan dengan
kata-kata kurang mengenakkan seperti; tidak laku, fakir asmara,
kesepian, kosong dan sejumlah statement negatif yang
menjudge bahwa jomblo memang bukan sesuatu yang baik. Kadang, saya pun tidak
mengerti dengan sejumlah meme komik yang membuli para jomblo. Pun di setiap
acara kumpul-kumpul khususnya jika di pesta pernikahan mereka yang masih jomblo
kerapkali dijadikan sasaran kalimat; ciee yang jomblo... atau, kapan
nyusul-etc... Semenyedihkan itukah seorang jomblo?
Jomblo itu pilihan, sepenuhnya saya pun menyepakati kalimat ini. Bahwa menjadi jomblo tidak
hanya pilihan tapi juga bagian dari prinsip hidup. Ya, saya termasuk seseorang
yang menolak tegas aktivitas pacaran sebelum pernikahan. Bukan semata-mata
karena pacaran memang tidak ada dalam syariat islam, lebih dari itu saya
terlanjur sepakat bahwa pacaran hanya buang-buang tenaga dan boros perasaan
untuk sesuatu yang belum tentu berakhir bahagia. So, jomblo itu memang sebuah
pilihan sekaligus tantangan. Pilihan bijak juga tantangan yang betul-betul
menguji komitmen untuk tidak melanggar sebuah prinsip.
Dear jomblo... Percayalah
jika kesendirianmu saat ini adalah pilihan paling tepat. Saat yang lain sibuk
pacaran, kita lebih memilih sibuk dalam kebaikan; up grade kualitas
diri, belajar, berkarya, memperluas pertemanan, menata hati, memperbaiki
akhlak, serta kebaikan-kebaikan lainnya. As you know, setelah masa
jomblo berakhir (red; menikah) banyak hal yang tak bisa kita lakukan seperti
saat masih jomblo. Kehidupan akan berubah total. Tak perlu pengalaman, cukup
dengan melihat langsung sekitar saya. Sebagai anak bungsu (anak mama yang kini satu-satunya masih jomblo) saya menyaksikan sendiri bagaimana kehidupan kakak-kakak saya saat sudah
berganti status menjadi istri/suami hingga menjadi seorang ibu/ayah. Betapa sibuk
dan merepotkan, mendidikasikan waktu untuk mengurusi tanggungjawab bernama
rumah tangga. Berat!
So, jika sekarang masih sendiri bersabar saja dan
bersyukur. Jangan pernah berpikir untuk segera menikah hanya karena alasan
lelah menjomblo, tidak kuat lagi dengan segala cibiran, iri melihat mereka yang
sudah memiliki pasangan-etc. Jadikan kesendirian saat ini sebagai fase
untuk merencanakan atau pun mempersiapkan diri; agar nanti kita bisa menjadi
orang tua yang layak. Orang tua yang patut dijadikan tauladan dan dibanggakan
anak-anaknya. Semuanya memang harus dipersiapkan sebab pernikahan adalah titik
kritis yang membutuhkan ilmu yang memadai, mental yang cukup, kecerdasan
intelektual, sosial hingga kecerdasan mengatur emosi. Tidak mudah bukan? Ada
beban tanggungjawab yang tentu butuh effort besar lebih dari
sekadar menyatukan visi misi, isi kepala yang beda pemikiran, ego yang kadang
enggan mengalah, dan seterusnya. Sendiri mungkin berat tapi bersama bisa jadi
lebih berat lagi. Ehh, gak kebalik? Wkwk...
Terakhir, letakkan segala risau perihal masa depan, sebab
semuanya masih tanda tanya dalam genggaman kuasa-Nya. Kalem aja, toh yang pasti
itu kematian bukan jodoh, right? Yuk, persiapkan diri sebaik
mungkin!
(Fyi, jomlo: penulisan baku berdasarkan kbbi, tapi tetap saja saya lebih suka nulis versi salahnya, haha)
--Gowa, 10 Ramadan