suatu sore yang berisik, hujan deras membangunkan anak kecil dalam diriku
ia merapal doa ketika teringat, saban hari guru mengaji pernah berkata:
"ucapkan permohonan kala hujan, Tuhan akan mengabulkannya segera"
ia pun mengeja satu per satu doanya. mimpi-mimpi yang tak cukup sakti melawan sang waktu
Tuhan,
beri aku pintu ke mana saja
aku ingin pulang menemui ibu yang masih bugar,
dan bapak yang hadirnya dalam hidupku sungguh teramat singkat—biarkan aku kembali menjadi gadis kecil, mengulang janji bahwa kelak, aku akan menjadi anak baik; yang doanya tersisa sebagai catatan panjang orang tua seusai masa
Tuhan,
beri aku peta ajaib yang akan menunjukkan jalan menuju masa silam penuh kesahajaan—jauh sebelum segala cemas tumbuh dan dewasa dalam diriku
aku hanya ingin sebuah hari yang biasa saja; subuh di ruang tengah, rampung rukuk sujud di sebelah ibu yang doa-doanya terlalu panjang,
mendaras Qur'an dengan kantuk yang belum tanggal, menunggu matahari dan sepiring nasi goreng
Tuhan,
beri aku rute menuju sekolah
aku ingin mengunjungi kelas-kelas bisu yang mengarsipkan separuh dari sejarah hidupku paling lugu
aku rindu segala yang disuguhkan waktu pada jam istirahat; es lilin sehabis berkejaran di halaman sekolah, cerita rakyat dalam buku bahasa Indonesia yang selalu menerbitkan bulan sabit di bibirku—dan perpustakaan berdebu yang setia menunggu pembaca yang tak punya jam berkunjung
lalu Tuhan yang maha pengasih dan penyayang tersenyum, mencoba membujukku dengan kalimat yang tak mampu dipahami pikiran anak kecil:
"kuberikan kau ingatan tuk mengenang sejauh yang kau inginkan, kulimpahkan kata-kata agar kau menulis segala yang tak pernah ingin kaulupakan, dan kuanugerahkan cinta; supaya kau selalu bisa melepaskan semua yang tak pernah betul-betul menjadi milikmu"
lalu anak kecil dalam diriku seketika diam. ia ingin menangis tapi orang dewasa tidak suka air mata.
--Minasa upa, 22 Feb 2022