“Apa yang dipertimbangkan jika ingin
menikah?” Kurang lebih seperti itu bunyi pertanyaannya. Hmm… Entah kenapa hal seperti ini ia malah bertanya padaku yang notabenenya masih single
(ketawa dalam hati).
Setelah membaca pertanyaan tersebut aku
mulai mengetik balasan sekaligus jawabanku. “Menurutku ada beberapa hal yang
harus dipertimbangkan khususnya dari pihak perempuan. Mungkin seperti mengenai memilih
calon suami. Kita harus tahu apakah ia betul-betul pantas menjadi imam menurut beberapa
kreteria khususnya dari segi keagamaan. Setelah
itu… (beberapa detik jemariku berhenti menari di atas keyboard hp-masih berusaha
menggali ingatan tentang sedikit hal yang sempat kuketahui terkait pertanyaannya).
Tidak lama kemudian aku kembali mengetik
jawabanku dengan menulis beberapa kalimat. “Mungkin… (aku masih menggunakan kata “mungkin”
sebab aku sendiri tidak sepenuhnya yakin akan jawabanku. Aku hanya mencoba
menjawab pertanyaanya semampuku) “selanjutnya kita harus mempertimbangkan baik-baik
mengenai keputusan untuk menikah. Tanyakan diri sendiri, apakah kita
betul-betul sudah siap melabuhkan bahtera rumah tangga?” Sebaiknya, untuk
memantapkan keputusan penting ini kita shalat istikhorah”-and, apalagi
yaa? pasang emot pensive “Entahlah... Aku masih single” kataku mengakhiri
jawabanku dengan emot smile.
Tidak beberapa lama setelah menyentuh opsi
“send” hpku kembali berbunyi. Ternyata ia masih melanjutkan pertanyaan
seputar pernikahan.
“Lalu apakah laki-laki yang selalu ikut kajian (keislaman)
sudah bisa dikatakan pantas menjadi imam?” Demikian pertanyaanya. Tanpa pikir
panjang aku lalu membalas: “hmm... tergantung” send-lalu
kembali menambahkan penjelasan.
“Tentang memenuhi kapasitas atau tidak,
sebenarnya aku tak tahu pasti mengenai tolak ukurnya. Tapi menurutku, laki-laki
yang pantas menjadi imam adalah seseorang yang sudah punya cukup ilmu soal berumah
tangga. Maksudku, ia tidak hanya sekedar ingin menikah tapi ia juga sudah punya
persiapan dari segi ilmu mengenai rumah tangga.
Lalu ia juga harus mempunyai visi misi yang jelas tentang masa
depan-agar ia bisa menahkodai rumah tangganya untuk menciptakan keluarga yang
sakinah mawadda wa rahma sebagaimana tujuan pernikahan dalam islam. Ia juga
harus siap lahir batin. Siap untuk memikul tanggungjawab sebagai imam dalam
keluarga. Ia harus bisa menjadi suami juga ayah yang baik untuk anak-anaknya
kelak. dan sepertinya aku sok tau banget soal pernikahan... hahaha-sambil pasang
emot nyengir lebar *(Begitulah, aku berusaha menjawab pertanyaannya.
Perihal menggenap ialah prosesi yang sakral,
dimana dua insan menyatu dalam ikatan suci pernikahan. Sebuah ikatan yang akan
menyempurnakan iman seseorang juga ikatan halal antara laki-laki dan perempuan
yang diakui agama juga negara. Menggenap adalah sebuah pilihan yang tepat jika
seseorang memang sudah merasa siap, sebab menikah tak lain adalah perintah
sekaligus sunnah.
The last, spesial untuk ia yang
bertanya perihal menggenap, pesanku: “Sambil menunggu seseorang yang kau
harapkan menggenapimu, isilah waktu penantianmu dengan terus memperbaiki dan memantaskan
diri sambil terus berdoa semoga Semesta mengabulkan harapan-harapunmu. **Duh... Rasanya kayak sedang memberikan nasehat pra nikah, hahaha
“Dan diantara tanda-tanda (kebesaranNya) ialah Dia menciptakan pasangan-pasangan untukmu dari jenismu sendiri, agar kamu cenderung merasa tentram kepadanya, dan Dia menjadikan diantaramu rasa kasih dan sayang. Sungguh yang demikian itu terdapat tanda-tanda (kebesaran Allah) bagi kaum yang berpikir. (Surah Ar-Rum:21)
#One Day One Post