Alhamdulillah saya terlahir sebagai seorang perempuan. Seorang perempuan yang kini genap 20 tahun menjejak di bumiNya, dengan setumpuk cerita dan pengalaman. Perempuan yang slalu ingin menulis apa saja yang berseliweran di kepalanya. Yaa, saya cukup aktif untuk urusan menulis. Mungkin memang di sini passion saya. Lalu seiring waktu berlalu, begitu banyak hal terjadi dalam hidup saya. Sekelumit pelajaran mengantar saya menapaki tangga-tangga kedewasaan yang perlahan membuat saya mulai memahami banyak hal. Tentang perempuan dan bagaimana ia. Atau mungkin apa saja tentang saya. Yaa, kan saya perempuan, hehe.
Saya masih seperti mayoritas perempuan pada umumnya. Kadang
begitu cengeng, amat mudah meneteskan air mata, sering menjadi bodoh
dalam urusan cinta, dan amat rentan dibuat baper. Yah, makhluk perasa
adalah kami, kaum hawa. Tapi di luar itu. Saya merasa sedikit agak beda
di beberapa bagian. Mungkin ini wilayah minoritas untuk perempuan.
Saya tidak begitu suka berbelanja seperti yang
mungkin digambarkan sebagai sifat alami perempuan. Kecuali untuk
berbelanja buku, saya jelas sangat semangat. Di luar itu, sekenannya
saja. Lalu saya juga tidak suka bepergian dengan rempong seperti yang
banyak dilakukan teman-teman saya yang tasnya selalu sesak oleh
benda-benda yang entah apakah memang perlu atau memang dibutuhkan. Saya
termasuk simpel untuk urusan ini. Tak perlu waktu lama buat packing.
Cukup beberapa menit mengisi tas dengan barang-barang yang sebelumnya
memang sudah dibuatkan daftar agar tak ada yang terlupakan. Saya
termasuk tipe yang mencintai keteraturan dan lumayan terencana juga
mendetail. (tidak termasuk urusan perasaan yaa,haha)
Lalu urusan dandan, hmmm… saya tidak begitu tertarik. Bahkan di
kelas, saya satu-satunya perempuan yang tak pernah memakai lipstick ke
kampus. Hanya mungkin di beberapa moment saya pun memakainya karena saya
rasa memang mesti, perlu atau harus. Di kamar saya bahkan untuk yang
mesti dibubuhkan di wajah saya hanya punya bedak baby dan satu celak,
oleh-oleh dari umrahnya orang. Jika ingin memakai lebih, (tapi jaranggg
banget) sisa nongkrong di meja rias kakak yang amat lengkap dengan benda
penghias wajah. Dan soal perhiasan. Jujur, saya tidak pernah merasa
serasi dengan benda yang identik dengan perempuan itu. Bukankah
perempuan memang sudah perhiasan? “Sebaik-baik perhiasan dunia malah,
tapi jika ia menjadi sholehah,” Untuk saya pribadi, tak merasa begitu
butuh tuk mengenakannya meski banyak persepsi mengatakan harus untuk
perempuan. Ahh, bodoh amat, anting-anting saja sejak SD sudah saya
hilangkan, bahkan cincin penghias jari saya patahkan meski tidak ada
sedikit pun unsur sengaja saya melakukannya. Hingga sekarang, saya tidak
menyentuh benda-benda itu lagi. (kecuali jika gelang persatuan sekelas,
saya pernah memakainya cukup lama hingga akhirnya hilang) Bagi saya
cukup ada jam yang melingkar di tangan kiri. Sebagai pengingat bahwa
masa saya di dunia berbatas.
Kemudian perihal merek. Ini malah hal asing bagi saya. Saya
malah heran kepada beberapa perempuan di sekitar saya yang amat hapal
berbagai brand, mempertanyakan merek apa jika ada yang menggunakan
barang baru. Hmm,, Saya sih, kalau nyaman juga halal, yaa dipakai, jika
tidak, jangan! Bukan hal baik menyiksa diri hanya ingin dibilang cantik
atau menarik. Saya sering nyesek sendiri liat perempuan yang terlihat
agak sulit berjalan atau geraknya amat lambat karen rok yang amat ketat
atau sepatu yang terlalu tinggi dengan hak yang amat langsing. Haduh,,
moga saja selamat sampai tujuan.” Diam-diam saya mendoakan soalnya
pernah saya saksikan sendiri, ada yang dengan cantiknya berjalan hati-hati lalu jatuh mencium tanah gara-gara sepatu model begitu. Dalam hati saya
merasa, sebaiknya tidak usah memakai yang seperti itu. Yaa, semua
kembali pada diiri masing-masing. Sebab banyak yang justru senang dengan
style begitu. Sah-sah saja sih, asal jangan terluka yaa, kerena hal
yang tak mutlak harus digunakan.
Dear para perempuan.. Kita perlu dan mesti menjadi cantik
dari hati dan perilaku, juga pikiran. Milikilah hati yang tulus, selalu
tabah menerima tiap ketentuanNya, baik yang kita senangi atau pun yang
malah kita tidak inginkan sama skali. Garis bawahi, pegang erat-erat
salah satu prinsip yang ada dalam quran “Boleh jadi kamu membenci
sesuatu tapi itu justru baik untukmu, sedang mungkin kau mencintai
sesuatu tapi ternyata itu tak baik untukmu. Allah lebih tahu segalanya.”
(Al-Baqarah 216) Jadikan akhlak sebagai daya tarik yang akan membuat
siapa saja nyaman mengenalmu, slalu merasa senang bersamamu, serta
menjadi lebih baik berkawan denganmu. Berpikir positif lah slalu, jauhi
banyak prasangka apalagi spekulasi-spekulasi yang tak berdasar.
Perbanyak mempelajari hal yang baru, sebab ilmu adalah pondasi penting
yang akan menguatkan dirimu. Jika kau tak terlalu pandai dalam akademik
atau ilmumu tak begitu mendalam, atau mungkin kurang mahir urusan dapur,
maka taka apa, pelan-pelan saja kau akan belajar hingga mampu melebihi
ekspektasimu. Itu asal kau mau dan tak masa bodoh tuk mengembangkan
diri. Ingat, stagnan untuk urusan kebaikan adalah hal yang tidak baik. Dan yang tak jauh lebih penting adalah tentang mengelolah waktu juga
juga prasaan. Kau tahu, keduanya amat rentan membawamu dalam penyesalan
di kemudian hari. Maka atur waktu sebaik mungkin, manfaatkan sebisamu.
Jauhi banyak kesia-siaan yang akan menghabisakn waktu berhargamu. Lalu
urusan perasaan, berusahalah sebijak mungkin. Kita memang makhluk
perasaan tapi bukan budak perasaan. Jangan terlalu mengahambakannya
sebab kau akan tahu sendiri, banyak hal tak butuh melibatkan perasaan
lebih jauh. Secukupnya saja. Dan ini perkara yang lumayan berat tuk
perempuan yang amat sulit mengedepankan logika dibandiing perasaan.
Selamat berjuang yaa…
Menjadi perempuan sesungguhnya amat indah. Asal kita pandai menempatkan
sgala hal pada tempatnya. Sederhana saja, kita harus memposisikan diri
setepat mungkin. Sepeka nya menyadari peran perempuan atau apa saja yang
seharusnya ada dalam dirinya, juga bagaimana semestinya ia bersikap.
Sadari, kita perempuan calon ibu yang akan melahirkan anak-anak penerus
agama atau pun Negara. Masa depan ada pada mereka. Sangat mesti memiliki
mental pejuang yang tangguh. Sebab hidup slalu penuh tantangan yang tak
mudah.
Terakhir, saya slalu mengingat pesan mama jika melepas kepergian saya ke kota ini. Katanya: “Perempuan
bagai telur di ujung tanduk. Sekali jatuh, pecah maka takkan pernah
utuh kembali. Jaga diri slalu, jangan kemana-mana jika tak ada yang
penting.” Saya mengiyakan dalam hati, meski mungkin beberapakali
saya lupa dan lalai. Iya, perempuan lebih baik di rumah, bahkan
sebaik-baik salatnya adalah di rumah. Bukankah di zaman Rasul saja, para
sahabat-sahabiyah yang tak diragukan lagi keimanannya, tetap harus
melaksanakan perintah seperti ini, nah bagaimana dengan kita yang hidup
di zaman edan begini? Silakan jawab sendiri. Mungkin karena itulah ada
FirmanNya di Surah an-nur ayat 30-31 sebuah solusi yang ditawarkan untuk menghindari hal-hal yang tak diinginkan.
Saya tutup tulisan ini oleh kata-kata dari seorang perempuan yang belakangan ini tulisan-tulisannya sangat menginspirasi saya:
“Jadilah permata yakut. Dimana tidak semua mata dapat
memandangnya apalagi memilikinya. Jadilah permaisuri yang menjaga
kehormatan dan mahkotanya dengan sebaik-baik penjagaan. Contohlah Ummul
Mu’minin sayang… (via-Andromeda nisa’)
Dari perempuan yang terus berusaha menjadi lebih baik lagi.
|| Makassar, 04/07/2017 *(Setelah melepas begitu banyak keresahan tentang perasaan (tidakada maksud baper kok)