"Bukan daun gugur yang coba ia bereskan; yang ia sapu adalah rasa malasnya sendiri" (membuka review ini dengan quote favorit saya)
Kemudian ada bagian yang paling saya sukai dari Goodbye, Things ini adalah halaman-halaman awalnya; pembaca langsung disuguhi contoh nyata orang-orang yang memutuskan menjadi minimalis, (didukung dengan gambar/foto berwarna) serta merta menarik rasa penasaran. Sebuah pembukaan yang apik menurut saya, pembaca yang kadang memilih lanjut membaca atau berhenti, tunda dulu berdasarkan kesan pertama ketika membuka lembar-lembar pertama sebuah buku.
Aasumsi pribadi saya, Fumio memang sengaja menaruh contoh (para minimalis) sebagai pembuka karyanya ini, tidak lain karena ingin menunjukkan kepada pembaca "inilah mereka, orang-orang yang mendapat manfaat nyata; hidup jadi lebih bermakna dengan konsep mimimalis, jika mereka bisa, kenapa kita tidak?" Dan ohiya, nama-nama yang diambil menjadi contoh di buku ini memilih gaya minimalisnya masing-masing; ada yang lumayam ekstrim, auto bikin tercengang, wah ... bisa sampai se-ekstrem itu? Minimalist ini (masih single sih, jadi wajar kan ya, tidak akan sesulit yang sudah memiliki pasangan) yang merasa cukup dengan hanya satu ransel berisi barang-barang yang paling dibutuhkan, tapi ada juga yang standar; tidak sampai menjadi minimalis garis keras namun tetap dengan konsep; sesedikit mungkin barang untuk merasakan perubahan besar dalam hidup. Betul, tak ada definisi baku tentang minimalis sebab setiap orang bebas memiliki gaya minimalisnya sendiri.
Awal yang menarik tadi membuat saya lebih bersemangat lanjut membaca, sambil tersenyum, serta-merta merasa konsep minimalis ini sungguh menantang tuk segera dicoba. Sejujurnya, saya merasa jika gaya minimalis ini "islami banget" *skip—bisa dibahas tersendiri kalo dari sudut pandang islam
"Memiliki barang dalam jumlah sedikit mengandung sukacita tersendiri" (lagi-lagi) salah satu quote favorit saya untuk gagasan Fumio yang sudah dipaparkan dalam bukunya ini, pelan-pelan membuka cakrawala berpikir kita soal konsep cukup dan syukur, lumayan deep juga jika ingin diulik lebih jauh.
Membaca Goodbye Things dengan seksama, halaman demi halaman, akan membawa pembacanya pada sebuah kesadaran tentang kepemilikan, kebutuhan, dan ketergantungan kita terhadap barang sekaligus mengajak kita untuk segera berpisah dengan sebanyak mungkin benda yang kita miliki. Lewat tulisannya, Fumio seolah hadir di hadapan kita, menanyakan dengan lembut; hal-hal pelik untuk lebih mengakrabkan kita dengan gaya minimalis yang ia sendiri pun sudah merasakan "betapa powerful-nya menjadi seorang minimalis"
Coba kita jawab, atau paling tidak, mulai berpikir dengan sederet pertanyaan ini:
Ada berapa barang yang kita miliki sejak lahir hingga sekarang? Apa yang kita bawa sejak lahir dan apa yang nanti akan kita bawa jika mati? Bagaimana jika suatu waktu, tiba-tiba terjadi bencana dan kita kehilangan segala yang kita punya? Semuanya mengundang perenungan mendalam.
Overall, buku bertema self improvement ini tak hanya mengulik lebih dalam tentang konsep minimalis, lebih dari itu, penulis ingin menyampaikan pesan penting yang semoga bisa menggerakkan kita untuk segera berbenah, untuk hidup lebih baik. Hal ini saya temukan melalui kutipan-kutipannya: (yang jujur, saya pun dibuat terjeda sebentar untuk hening, bersenandika)
"Hanya rasa syukur yang bisa menandingi rasa bosan" –Hal.219
"Minimalisme bukan kompetisi. Tidak perlu sesumbar tentang betapa sedikit yang kita miliki. Tidak usah menghakimi orang lain yang memiliki lebih banyak barang. Minimalisme adalah cara mencapai suatu tujuan" Hal.124
"Orang bisa berubah dan perubahan dimulai dari gaya hidupnya" Hal.149
Terakhir, buku ini sangat recomended, terutama untuk kalian pencinta non fiksi yang ingin belajar konsep minimalis.