a thousand words
catatan panjang untuk hidup yang singkat—
Monday, 18 August 2025
29 dan perkara-perkara yang lalu
Saturday, 28 June 2025
Untuk Mima'
Sejujurnya aku selalu kesusahan membuat kalimat pertama—karena itu, kubuka tulisan ini dengan salah satu kutipan yang pernah kubaca di sebuah blog:
“The
best love is when you find someone who makes your Imaan rise, who makes you
more pious, and who helps you here in the dunya. Because that person wants to
meet you again in Jannah.”
Siapa sangka, Mim. Untukmu—inilah waktunya,
bertemu dengan seseorang yang insyaallah akan membersamai hingga ke syurga;
seorang pasangan yang semoga adalah sosok dewasa dalam membimbing dan
mengayomi. Semoga dia mampu menjadi qowwam yang penuh kasih sayang, seorang
suami dan calon ayah yang berdedikasi dan penuh tanggungjawab. Mim, musim
penantianmu—yang sudah cukup lama kini berakhir; hikmah ending, dengan
seluruh pemahaman baiknya. Setelah sekian hari yang penuh
ujian perasaan dan jebakan prasangka yang seringkali menggoyahkan keyakinan
terhadap takdir-Nya, finally … Allah tunjukkan momen paling tepat versi-Nya.
Barangkali memang begitulah cara terbaik Dia menulis skenario
ceritamu; terlihat berliku tak berujung, penuh ketidakpastian yang menguji iman
hingga begitu banyak luka yang dibiarkan menjejak terlebih dahulu—seluruhnya
adalah bagian dari perjalanan perasaan yang pada waktunya akan membuatmu lebih
bersyukur sudah berhasil melaluinya. Allah ingin lebih menguatkan seorang hamba
dengan kesabaran paripurna, dengan kesyukuran yang mendalam—bahkan terhadap
hal-hal di luar harapan, dan mungkin juga sekadar mengingatkan
dengan lembut; bahwa yang terjadi adalah terbaik, seburuk apa pun manusia
mencurigai takdir-Nya.
Mim, ingat tidak? rasanya baru kemarin—padahal sudah lima tahun—ketika kita membicarakan soal kekhawatiran ataupun ketakutan terhadap pernikahan. Tentang cerita-cerita tidak bahagia seseorang yang sudah menikah dan menyesal hingga membuat kita cukup overthinking. Lalu, setelah tahun-tahun berlalu dan pembicaraan kita tentang sebuah pernikahan sudah semakin dewasa dan tidak semengkhawatirkan dahulu, saat itu (entah bagaimana) aku yakin, mungkin memang tidak lama lagi—tepatnya, firasatku bilang; Mima akan segera bertemu jodohnya.
Meskipun ternyata Nisha lebih dulu, aku tidak menyangka hanya berjarak sebulan, Mima pun menyusul hari ini. Barakkalah fiik, Mim. Maaf karena belum bisa membalas chat—tapi percayalah, barisan doaku cukup bising beberapa malam ini. Anggap saja, begitulah caraku merayakan dari jarak jauh, dengan doa-doa yang selalu kuyakini lebih mendekatkan. Dan walaupun diam-diam dan masih tak ada percakapan di hari bahagiamu—tetap ada aku. Selalu. Sebagai kawan yang akan terus mendoakanmu, tidak hanya hari ini.
"Barakallahu
lakuma wa Baraka alaykuma, wa jama’ah bayna kuma fii khair … selamat menikah,
Mim."
Semoga menjadi pasangan yang penuh saling dalam mengarungi bahtera rumah
tangga; Mima’ dan suami yang saling mencintai. Saling
memperjuangkan. Saling mendukung. Saling memaafkan. Saling yang tidak berhenti
pada saling menyayangi saja. Saling yang terus-menerus. Sebab itu yang Allah
ajarkan—saling mengingatkan dalam kebaikan. Saling menasihati dalam kebenaran.
Maka semoga Allah berkahi pernikahan kalian dan memberi sakinah mawadda wa
rahma dalam rumah tangga kalian. Selamat bertumbuh bersama, selamat menjadi
rumah bagi satu sama lain—langgeng terus, yaa sampai maut memisahkan. Hingga
syurga menjadi pemberhentian terakhir. Allahumma Amiin.
Ada
begitu banyak doa terbaik dari orang-orang untuk kalian hari ini, semoga
semuanya mendapat pengabulan terbaik-Nya.
Mim, semoga lebih bahagia dari yang sudah-sudah—meskipun nanti—seperti
bagaimana hidup ini berjalan—akan ada saatnya bertemu bagian tidak
menyenangkan, tapi setidaknya, jika waktu itu tiba, rasanya cukup melegakan
karena Mima sudah tidak sendiri. Bukan lagi seperti dulu yang hanya ada sajadah
untuk bersujud dan mengadu—sekarang sudah ada pundak untuk bersandar. Yap, kini ada dia yang akan menemani Mima melewati ups and down moments… Masyaallah.
Karena sudah sejam lebih, kuselesaikan tulisan ini dengan: Alhamdulillah. Segala puji bagi Allah yang menciptakan manusia berpasang-pasangan—sama seperti membuat pembuka tulisan, ternyata aku juga susah mengakhirinya, haha.…
—Makassar
yang mendung dan masih sendu.
Dari kak Iramu yang bahagia tapi juga sedih sekaligus terharu.
Sunday, 18 August 2024
Turning 28
Bagiku, hari kelahiran selalu menjadi waktu terbaik untuk berefleksi sekaligus menjadi momentum yang tepat tuk mengupayakan perubahan; menjadi versi yang lebih baik lagi.
Sebab ada banyak hal yang masih harus dibenahi. Ada harapan-harapan baru yang masih harus dirawat. Ada prasangka baik yang harus terus diupayakan juga doa-doa yang tidak boleh berhenti. Hidup memang harus dijalani dengan baik—untuk menjadi sebaik-baik hamba.
Alhamdulillah, untuk umur kesekian; semoga berisi keberkahan di dalamnya dan semoga kesempatan hidup ini tidak kubiarkan hanya berlalu dan menjadi sia-sia—doa yang akan kuulang tiap bertemu kembali dengan 18 Agustus; hari pertama aku hadir di dunia.
Jujur saja, hari ini adalah hari ulang tahun paling campur aduk. Hal-hal yang beberapa hari lalu sudah kurencanakan berakhir hancur berantakan karena kejadian tak terduga. Hari yang kupikir akan menyenangkan ternyata berubah menjadi ruang ujian yang menekan. Rupanya, sabarku sedang diuji sedemikian rupa.
Semua bermula saat terbangun dengan sisa perasaan frustrasi setelah semalam menerima pesan yang sangat tidak menyenangkan hingga membuatku menangis sesenggukan dalam salat malam, menunggui subuh dengan perasaan sedih dan muak.
Ternyata, pesan menyebalkan semalam masih harus berlanjut paginya. Tidak hanya jadi pengacau ritual pagi tapi juga menjadi pembuka hari paling buruk. Meski demikian, aku tetap memaksa diri untuk berolahraga sejam sebelum pulang; kembali menangis dan tidur. Salah satu hari terburuk dalam hidupku baru saja berlangsung.
Tapi, hidup selalu punya tetapi (meminjam kalimat Aan Mansyur).
Sekitar pukul tujuh pagi saat masih di perjalanan pulang, seorang sahabat mengirimkan ucapan selamat ulang tahun bersama doa-doa panjang yang membuat mataku berkaca-kaca. Rasa haru memenuhiku. Seketika aku merasa begitu disayang hingga persepsiku tentang hari terburuk berubah seketika.
Betul, selalu ada potongan menyenangkan dari satu hari paling buruk sekalipun.
Obrolan dari WhatsApp pun berlanjut dengan telfonan sejam lebih. Bercerita ternyata bisa menjadi sangat melegakan. Aku jadi merasa lebih baik dan seketika ingin menulis; satu hal yang sepertinya masih bisa kuusahakan sebelum hari ini berakhir—dari sekian daftar rencanaku, salah satunya adalah aku ingin menulis, apa saja.
Sejujurnya ada banyak hal yang ingin kutulis; tentang pengalaman beberapa bulan lalu yang ternyata mengubah hidupku, tentang mimpiku yang sepertinya ingin kulepas, dan tentang masa depan yang kubayangkan. Satu hal yang tidak kusangka; akhirnya ada waktu ketika aku pun berharap tentang masa depan yang lain—meski kutahu betul, tidak mudah untuk mengusahakannya, tapi apa sih yang sulit untuk Allah? "Kamu punya Allah, Raa" kataku, mencoba menenangkan diri.
Kuatkan saja terus yakinmu.
Insyaallah, semua akan baik-baik saja.
—Makassar, 10:47 pm