Thursday 13 October 2022

Januari dan beberapa hal setelahnya

Selepas sore yang mengantuk dan sedikit pusing menunggu waktu berbuka, kuhabiskan waktu dengan blog walking. Mencoba menemukan kembali kesenangan lama yang entah sejak kapan tak lagi menjadi rutinitas. Maklum, dulu sekali, ada masa ketika tiap hari selalu kusempatkan diri membaca tulisan teman blogger, yang hari ini semakin sunyi saja—tak ada lagi saling mengunjungi dan membalas komentar, bahkan aku pun merasa tak butuh lagi mengaktifkan kolom komen. Ehm ... tiba-tiba jadi ruang nostalgia.

Gara-gara membaca beberapa blog tadi (yang sekian lama ditinggal pemiliknya, entah karena sudah pindah rumah atau faktor kesibukan hingga tulisannya berhenti di satu titik), aku tergerak menulis sesuatu—tulisan yang saat ini kuketik, yang masih tak tahu akan ke mana—tapi sudah diberi judul yang sengaja kutulis pertama untuk mengawali, what's on my mind? Sebab ada banyak hal yang sering datang di sela-sela rutinitas harian, pikiran acak yang sayangnya tak selalu bisa kutulis meski begitu ingin.

Januari, lalu tiba-tiba saja sudah Oktober. Cukup banyak yang masih tertinggal di ingatan, kenangan-kenangan yang tak mendapat ruang selain sunyi yang begitu rahasia. Sejujurnya, tidak ada yang betul-betul istimewa, tapi beberapa hal tetap menjadi peristiwa berkesan, atau setidaknya 'cukup layak tuk dikenang' dengan senyuman. Dari Januari yang tak bisa kuingat dengan apa pun selain hari-hari muram tanpa gairah, lalu kembali menemukan arah hingga sampai ke hari ini, Oktober yang mulai rajin dikunjungi hujan. Antara keduanya, hal-hal apa yang bisa kubicarakan?

Ada perjalanan yang akhirnya selesai bersamaan dengan cerita yang baru saja ditulis. Ada kehilangan yang diganti dengan sesuatu yang lebih baik. Ada langkah-langkah ragu yang berakhir pada keyakinan utuh. Ada doa-doa yang terjawab bersama sekian rencana yang masih tertangguhkan. Ada kegagalan, ada duka, air mata, kepasrahan, dan juga ketenangan. Yang terpenting dari semuanya, ada 'kepulangan' selepas begitu lama langkah ini tak ke mana-mana. Too much stories so far and I should be very grateful for all. His plan always better than what I think.

Dari awal tahun hingga detik ini, memang banyak sekali yang terjadi, tapi aku tidak akan menceritakan semuanya.

Setelah Januari dengan segala sesuatu yang terjadi setelahnya, satu hal yang pasti; aku bukan lagi seseorang yang sama dengan sosok yang pernah mengisi ruang ini di awal tahun. I changed, a lot.

—Makassar, dalam bising dan sunyi

Tuesday 11 October 2022

Tentang Belajar

Belajar memang proses panjang—selama hidup yang sungguh sebentar ini. Sayangnya, tidak semua orang merasa butuh belajar atau lebih tepatnya, barangkali tidak ada kesadaran dalam diri bahwa 'belajar' adalah hal yang tidak boleh berhenti selama ajal belum tiba.

Kita bisa belajar dari mana saja, lewat siapa saja, apa pun medianya; buku-buku, pengalaman orang lain, alam yang terhampar, bahkan kepada hal-hal kecil di sekitar kita. Maka beruntunglah mereka yang selalu mampu menarik pelajaran dari segala hal yang dihadirkan dalam hidupnya. Mereka yang memiliki kepekaan tuk merasai sesuatu, menelaahnya, hingga memperoleh pelajaran darinya. Mereka yang memiliki mental pembelajar, selalu merasa harus terus belajar, menjadikan hidup sebagai kelas raksasa tuk menimba pemahaman.

Perihal belajar, Cak Nun dalam buku Mencari Buah Simalakama menulis:
"Ada yang selalu belajar, ada yang sedang belajar, ada yang baru sekarang belajar, ada yang belum belajar, ada yang malas belajar, ada yang tak belajar, ada yang tak tahu bahwa harus belajar, ada yang di memori otaknya tidak ada kata belajar" 
Satu paragraf ini terus terang saja begitu menyentil, memetakan satu per satu keadaan, fase yang (salah satu atau lebih) sudah pasti dimiliki manusia; makhluk yang dianugerahi akal, namun kadang begitu bebal 'membaca'.

Selesai dari pendidikan formal tak lantas selesai masa belajar. Sebab ada begitu banyak hal yang harus kita pelajari, bahkan kadang harus diulang berkali-kali, hingga mencapai pemahaman yang utuh, ilmu yang bermanfaat, menggerakkan, menumbuhkan kebaikan-kebaikan.

Tahun berganti tahun, umur terus berkurang, sering terbersit tanya: apa saja yang sudah kupelajari sejauh ini? Hal-hal di luar teori dan kurikulum pembelajaran baku yang diajarkan semasa sekian tahun study—segala sesuatu di luar itu, ilmu-ilmu yang tak diperoleh dari sekolah atau universitas mana pun, adakah yang betul-betul kupelajari? Apakah aku selalu belajar seperti yang kusangka selama ini? Ah, ini menjadi persoalan pelik yang sebaiknya dipikirkan kembali.

Memang, untuk belajar, kadang dibutuhkan proses menyakitkan, kontemplasi pahit, refleksi-refleksi yang mampu membangunkan kesadaran, mengajakmu berbenah, hingga rela mengorbankan apa saja. Tentu demi dirimu sendiri, untuk kebaikanmu tentu saja. Sebab hidupmu harus menjadi lebih baik dengan belajar. Agar menjadi hidup yang memiliki makna. Hidup yang tak sekadar berlalu melewati sekian usia, menua, lalu mati.