Sunday 25 January 2015

Dalam Dilema



Sekedar coretan hari ini

Bismillah...
Aku selalu ingin bercerita lewat deretan kata yang tengah berseliweran di kepalaku. Termasuk seperti saat ini, salah satu cara efektif untuk melegakan perasaanku. Menulis.

Disini, ragaku sedang berbaring santai tapi sepertinya tidak demikian dengan pikiranku. Ia masih saja mengelana jauh, berkilo-kilo meter ke sana. Sebuah tempat yang sudah merekam tiga bulan terakhir hidupku. Terbayang berbagai peristiwa yang terjadi belakangan ini. Rasanya seperti potongan-potongan filem yang terus bermain di kepalaku. Atau mungkin juga seperti perjalanan waktu mengunjungi hari kemarin. Sejenak menengok masa lalu. Dan seluruh ingatan itu ternyata masih utuh tersimpan rapi dalam kotak perjalanan hidupku. Satu persatu mulai menyerbu kepalaku. Berlomba memasuki ruang kenangan.


Ada episode hari-hariku di kampus biru. Lalu kemudian dengan mereka. Anak-anak kelas 1D yang menemani kebersamaanku di bangku kuliah saat ini. Juga tak lupa dengan seseorang yang masih setia menjadi perkara yang tidak selayaknya kupikirkan.

Entah ada apa dengan diriku. Mungkin aku kehilangan sesuatu yang kusebut kendali hati. Perasaan ini semakin abstrak saja. Padahal ini masih chapter pertama, Lalu bagaimana aku harus melewati beberapa bagian selanjutnya? Dan senyapnya malam seolah menjawabku "masih misteri". Lakukan saja menurut kata hatimu.

Tuhan... "Bisakah kau bocorkan sdikit saja tentang skenario hidupku ini? untuk bagian ini saja atau bebaskan saja aku dari penjara kebingungan ini” jeritku dalam hati.

Sepertinya aku betul-betul terjebak gelisahnya perasaan. jujur, masih ada keraguan yang mengusik. Memilih antara bertahan atau cukup sampai di sini. Berhenti.

Monday 12 January 2015

Takdir dari Sudut Pandangku


Sudah terlalu banyak yang mendefinisikan takdir.

Dari sebuah novel aku pernah membaca bahwa "takdir adalah ketetapan Tuhan yang tak bisa diubah oleh tangan manusia." Lalu dari drama korea aku menemukan definisi lain, katanya "meski aku mau atau tidak, kalau itu akan terjadi pasti akan terjadi-orang-orang bumi menyebutnya "takdir" (Drama korea "Who you came from the star)

Ya, semuanya memang betul. Aku pun sangat setuju dengn kata-kata di atas. Lalu menurutku sendiri? Baiklah, aku hanya mencoba menuliskan apa yang ada di kepalaku saat ini.

Bagiku... Takdir sangat sederhana. Mungkin sesederhana urusan perasaan yang selalu saja dibuat ribet oleh manusia.

Takdir itu...
Saat aku sangat ingin masuk fakultas teknik tapi malah terdampar di sospol, ilmu pemerintahan: sebuah jurusan yang sama sekali tidak pernah kuinginkan sebelumnya. Sesuatu yang masih sangat tabu sekaligus abstrak menurutku. Why? Karena aku benci tentang hal-hal berbau politik. Aku sama sekali tidak paham dengn seluk-beluk dunia politik. Singkatnya, aku tidak pernah tertarik dan sangat malas membahas sesuatu yang berkaitan dengan politik. Masa bodoh dengan polotik, begitulah anggapanku sebelumnya. Lalu... Aku sama sekali tidak menyangka bahwa takdir akan selalu berhasil mengantarkanku ke pulau asing yang tidak pernah kurencanakan sebelumnya. 

Entah apakah ini takdir baik atau takdir buruk bagiku. Yang kutahu, saat ini aku tengah berusaha menikmatinya. Bertanggungjawab atas pilihan yang sudah kuambil. Seperti yang dikatakan dalam buku Mimpi sejuta dollar dan filemnya Merry Riana "Bahwa hidup tidak hanya soal berhitung tapi bagaimna kita menyelesaikan apa yang sudah kita pilih"-sebuah kata-kata yang kemudian sangat memotivasiku saat lagi down dan merasa sangat ingin pindah jurusan.

Kali ini takdir semakin membuatku merasakan bahwa perjalanan hidup betul-betul sesuatu yang misterius. Bukan begitu?
Seringkali apa yang terjadi tidak sesuai harapan. Itulah mengapa, salah satu prinsip hidupku "berusaha memiliki hati yang selalu siap menerima dan berdamai dengan kenyataan yang ada." Karena takdir selalu saja tidak sejalan dengan keinginan kita. Berbagai peristiwa 18 tahun terakhir hidupku telah mengajarkanku banyak hal salah satunya tentang takdir. Bahwa aku hidup atas takdir yang sudah digariskan Tuhan sejak aku belum melihat dunia.

Bahwa hidup memang butuh penerimaan terhadap takdir yang di luar kendali manusia Yaa, karena takdir tidak pernah peduli perasaan kita. Tanamkan ini kawan, karena sekali lagi, takdir tidak peduli. Sama sekali tidak akan peduli kau sakit hati, kau terluka, menangis bahkan frustasi sekalipun ia akan tetap memainkan perannya menjalankan skenario-Nya.

Takdir itu... Kebahagiaan dan juga kesedihan. Karena hidup ini selalu seimbang. Pahami ini. Tuhan selalu adil. Termasuk dalam urusan takdir. Lihatlah berbagai kejadian dari sudut pandang yang berbeda.

Temukan arti dari takdirmu dan kalaupun kau tidak menemukannya, cukup yakini bahwa sesuatu yang ada tidak mesti harus terlihat. Jika kamu ingin kebahagiaan, maka kamu juga perlu merasakan kesedihan agar kau tau makna dari kbahagiaan itu sendiri. Hal sederhana yang kadang kita diabaikan.

Takdir...
Saat aku terlahir dari keluarga sederhana. Punya seorang Ayah dan Ibu yang sangat menyayangiku, orang tua yang mengajariku banyak hal tentang hidup ini. Betul-betul sebuah takdir bahagia yang dianugerahkan Tuhan untukku.

Tapi ternyata pada akhirnya aku sadar bahwa takdir tentang kebahagiaan akan selalu beriringan dengn kesedihan. Ya, aku  memahami kalimat ini saat sosok Ayah harus menemui takdir akhirnya di bumi ini. Dia pergi begitu saja meninggalkan aku, mama dan kakak-kakaku.

Saat itu kami smua harus menerima sebuah takdir yang tidak kami inginkan. Kenapa? kenapa tiba-tiba takdir seolah menjadi tokoh antagonis? Aku berhasil menjawabnya sendiri.
Karena takdir tidak pernah bertanya apakah aku siap atau tidak. Ia tidak peduli aku menerima atau tidak. Itulah salah satu bagian yang paling menyakitkan dari takdirku. kehilangan seorang yang paling kucintai. Sepotong hati yang pergi menyisahkan kesedihan dan air mata. Bahkan sampai saat ini, tiap kali mengenangnya,  perasaan sedih itu seperti de javu bagiku.

Mama slalu mengingatkan ikhlaskan apapun yang sudah menjadi takdirmu. Kuncinya hanya ada pada "penerimaan." Terima kehadirannya. Berdamailah dengnnya. Meski sakit hati, berusahalah untuk mengikhlaskannya. Sesuatu yang tidak akan pernah bisa kita ubah. Takdir.

Buka mata, perhatikan, ada banyak kebahagiaan di sekitar kita. Setiap orang berhak bahagia. Seluruh kejadian yang kita alami pasti mengandung hikmah. Tugas kita hanya mencari dan menemukannya.
Sederhanakanlah hidup ini dengan senantiasa pasrah pada ketetapan-Nya. Baik atau buruknya pasti akan ada kebaikan yang terselip disana. Yakini ini.

Finally... Takdir...
Saat aku bertemu mereka. Orang-orang  yang tidak pernah kukenal sebelumnnya.

Takdir...

Saat aku menyukai seseorang yang tidak kuinginkan (entah maksudnya apa. haha) seperti sebuah perasaann yang tiba-tiba muncul. Bikin galau, nah loh? kalau yang terakhir ini, aku masih tidak yakin jika itu betul-betul bagian dari  takdir, atau bisa jadi hanya sebuah kesalahan yang tidak harus terjadi. Tapi mungkin juga, "takdir perasaan"  #Lol

Entahlahh… silahkan interpretasikan sendiri.

Terlalu banyak wujud dan defnisi takdir. Tapi menurutku, lebih baik jika kita memahaminya dari perjalanan hidup masing-masing karena itu akan semakin membuat kita paham hakikat takdir itu sendirii

Aira zakirah

--dialog hati 

Sunday 11 January 2015

Move on


Ketika mulut lelah bersuara, diamnya  selalu mampu diterjemahkan lewat kata-kata yang tertulis. Seperti apa yang terjadi malam ini. Suara hatiku vs logikaku. Mereka tengah berdebat tentang apa yang harus raga lakukan.

Hei, apa yang kamu lakukan? Masihkah kamu berkutat dengan perasaan yang membuatmu? Bentak logika kepada hati yang menggalau ditengah malam.
Bisa tidak, kau diam saja! desis hati yang merasa terusik oleh kata-kata yang baru saja dilontarkan logika sangat tepat sasaran. Hati merasa frustasi.

Dasar bodoh! Semestinya kita bekerjasama agar raga tidak galau karena hati dan logikanya bertentangan lanjut kata hati kepada logika.
"Memang itulah yang kuinginkan wahai hati. Aku bosan dengan jiwa melankolis yang terus mengendalikan raga gara-gara kamu yang tidak pandai memainkan peran dengan baik." Balas logika mengeluarkan asumsinya.
"Baiklah... Mari kita bersatu memperbaiki apa yang salah" kata hati meyakinkan.
"Why not?" Inilah tugas kita. Membuat raga perempuan lebih tegar agar tidak terlalu sering melibatkann perasaan tidak pada tempatnya. Karena perasaan selalu saja melahirkan air mata" lanjut logika.

Tapi... Bukankah itu sudah menjadi kodrat? Bahwa perempuan memang selalu lebih memakai perasaannya? Tanya hati mulai bingung.
"Itu memang betul, tapi jika terus seperti itu rasa sakit tidak akan pergi. Makanya, tugasku mengarahkanmu keluar dari zona kesedihan, kegalauan, kesepian dan segala hal yang tidak semestinya bertahan terlalu lama di dalam dirimu (hati)." Jawab logika kepada hati.

"Kata-katamu memang tepat. Terimakasih logika. Kau berhasil membuatku sadar bahwa melepaskan adalah salah satu bagian dari cinta. Perkara yang seharusnya kita ikhlaskan karena tidak akan pernah bisa dipaksakan. Aku akan move on sekarang juga" kata hati mantap sekaligus mengakhiri percakapan mereka.

Lalu akhiranya, hati dan logikapun berhasil jalan beriringan.

Hati memutuskan menyudahi sebuah perasaan. Membuangnya jauh-jauh agar tidak ada lagi galau yang hadir tengah malam. Logika berusaha membantu hati dengan kelogisan kata-katanya.

Mari kita akhiri galau ini.

tulisan ini masih dalam kategori "gaje alias gak jelas. Terinspirasi saat mendengar soundtrack film Assalamualaikum Beijing "Moving On"

--Aira zakirah, menulis sambil menikmati malam dengan secangkir kopi.

Thursday 8 January 2015

Matahari yang Hilang

(Entah kenpa,tiba-tiba ingin melanjutkan cerita yang iseng-iseng kubuat semalam sampai tertidur^^ )
Inspirasinya dari kata-kata yang sempat naik daun dikelasku "Diam-Diam Suka” 
btw, ini seperti judul sinetron yakk :D

Check it out

Hari ini cuaca masih sama dengan beberapa hari terakhir. Awan gelap, angin kencang, udara dingin juga hujan yang selalu turun tanpa aba-aba. Ah, keadaannya memang sempurna untuk dijadikan alasan bermalas-malasan meskipun aku termasuk orang paling benci dengan kemalasan.
Singkatnya, cuaca hari ini betul-betul membuatku enggan beranjak dari tempat tidurku yang hangat.

"Baiklah,10 menit lagi." batinku dengan sigap mematikan alarm hp, mengulur waktu sambil kembali menarik selimut. Ini sama skali bukan kebiasaanku mengingat aku adalah orang yang paling benci dengan keterlambatan.


Mungkin hari ini adalah pengecualian berhubung moodku betul-betul kacau setelah apa yang sudah terjadi kemarin. Sebuah episode yang terus berputar dikepalaku bagai film dokumenter. Yaah… Aku terus terjaga sepanjang malam, memikirkan lima menit yang cukup mencekam bagiku. Pukul dua entah lewat berapa saat aku merasa sangat lelah dan akhirnya tertidur dengn mata bengkak sehabis menangis.

                                                     ### ######

flashback....
Pagi-pagi sekali saat aku tiba dikampus dengn pemandangan seperti biasa. Sunyi. Hanya ada beberapa mahasiswa yang berjalan dikoridor lantai lima." Mungkin mereka sama sepertiku. Orang-orang yang paling tidak ingin terlambat" batinku sambil terus berjalan mencari ruangan kelas 1D.


Selang beberapa menit, akhirnya aku sampai depan kelas yang pintunya masih tertutup. Perlahan aku mendekat. Melangkah tanpa suara sampai tanganku menyentuh handel pintu. Detik berikutnya, gerakanku terhenti saat sebuah suara tertangkap telingaku. Sepertinya itu dari dalam." tebakku asal sambil mencoba memastikan kebenaram asumsiq-melangkah pelan mendekati jendela kaca kelas sampai akhirnya... Aku melihat sesuatu yang betul-betul tidak ingin kulihat.
 

"tidakkk.... " jeritku dalam hati saat menyaksikan dua orang yang kukenal sebagai teman kelasku tengah asyik tertawa-tawa dengan begitu akrabnya. Entah apa yang sedang mereka bicarakan.

Sekilas memang biasa saja dan sangat wajar jika seorang teman berduaan sperti itu. Tapi tidak demikian menurutku. Melihat mereka berdua seperti itu sudah  cukup untuk mengaduk-aduk perasaanku. Ada rasa sakit disini. Dihatiku. Juga rasa cemburu yang baru kusadari ternyata sangat tidak menyenangkan.
Kenapa? kenapa harus dia? kataku tanpa suara, lalu mengambil langkah mundur. Menjauh dari tempatku berdiri sebelumnya. Detik berikutnya, kudapati diriku tengah berusaha menahan tangis dalam toilet. Kunyalakan keran air agar tak seorangpun dari luar yang bisa mendengar isak tangisku.

Sulit kupercaya. Aku menangis hanya karena dia. Dia?! iyaa... dia yang berada dalam kelas pagi ini. Dan entah mengapa, feelingku mengatakan jika mereka berdua memiliki hubungan spesial yang membuat hati ini terasa semakin sakit.
"Akhh... rasanya betul-betul sesak melihat seorang lelaki yang diam-diam kusuka beberapa bulan trakhir ini malah bersama perempuan lain yang juga teman sekelasku sendiri" batinku sambil melangkah keluar toilet. Di luar, entah sejak kapan, hujan turun begitu derasnya.

Sambil menghapus air mataku, aku kembali ke kelas.

Seperti dugaanku, kelas sudah ramai. Aku mengambil kursi dipojok dekat dinding sebagai tempat favoritku slama ini. Saat sperti ini, aku sudah tidak peduli lagi dengan sekitarku. Betul-betul acuh tak acuh dengan apa yang teman-temanku lakukan. Aku sok sibuk memainkan hp sambil menunduk-takut ada yang menyadari mataku yang merah sehabis menangis.

Lalu tidak lama kemudian dosenpun masuk. Aku yang sama sekali kehilangan mood belajar malah memasang headset, memutar lagu yang paling sesuai dengan suasana hatiku saat ini.

Di luar jendela sana hujan semakin deras. Aku sama sekali tidak memperhatikan penjelasan dosen, juga teman-temanku yang berisik berebut bertanya. yah… aku terlalu sibuk dengn perasaanku. Dan entah kenpa, air mataku kembali menetes saat mengingat kejadian singkat pagi ini. Aku berusaha untuk tidak menangis, tapi di luar kendaliku air mata terasa tidak mau berhenti. Beruntung saja karena kelas sedang ribut sehingga tak seorangpun menyadari keberadaanku yang sedari tadi menunduk. Menyembunyikan mataku di balik tissue.
   

Begitu dosen keluar,dengan cepat aku juga melangkah keluar. Meninggalkan aktivitas kelas, sama sekali tidak memperdulikan tatapan heran teman-teman  juga tidak peduli jika ternyata masih ada mata kuliah berikutnya.
   

Yang ada di kepalaku saat ini hanya pergi. Pergi meninggalkan  suasana yang sudah membuatku seperti seseorang yang sudah tidak memiliki harapan hidup. Sebelum tangisku semakin deras, kukuatkan diri melangkahkan kaki meninggalkan gedung kampus, menerobos hujan yang sepertinya menyaingi derasnya air mataku.
Di bawah rinai hujan aku berjalan gontai. Masa bodoh dengan tatapan aneh orang-orang  yang mungkin merasa kalau aku sudah frustasi, nekat berjalan santai di tengah hujan deras sekaligus angin  kencang yang membuat tubuh menggigil kedinginan.
 

Hujan…
Hujan kali ini trasa dua kali lebih dingin. Mungkin sedingin hatiku saat ini. Sambil memandang ke awan yang gelap, aku bergumam dalam hati "ternyata... apa yang selama ini kusebut-sebut sebagai ketegaran malah seperti matahari di musim hujan. Ia tidak selalu ada untuk menghangatkanku. 
Dan detik itu juga aku merasakan bahwa matahari telah menghilang.
Sepertinya aku memang belum memiliki cukup ketegaran untuk melewati hari yang melelahkan ini. Sampai pada akhirnya, aku kembali di titik sadarku.
Mungkin ketegaran itu sudah terpisah dari ragaku.

                                                          #########

Suara alarm lagi-lagi membangunkaku.
Kali ini bukan hanya bangun dari tidurku. Tapi juga bangun untuk mencari matahari yang hilang.


 --Aira zakirah, 8 january 2015
                                                                                                
Ini asli fiksi, hanya latarnya: gedung iqra’lantai 5 kampus unismuh Makassar dan kelasnya, 1D betul-betul nyata. Selebihnya semua hanya Fiktif belaka.
Percaya atau tidak, begitulah kenyataannya
sekian kelebayaan cerita ini, wkwk~