Tuesday 29 August 2023

Spritual yang Kering kerontang

Kau tak lagi menengok niat yang menghuni hati hingga tujuanmu mengabur, bahkan hilang arah

Shalat lima waktumu tak khusyuk, hanya sekadar ritual penggugur kewajiban 

Rakaat shalat sunnahmu terpangkas

Bacaan qur'anmu tak lagi penuh perenungan 

Doa-doamu tak selama dan sekhidmat biasanya

Dzikirmu semakin singkat

Puasa Senin-Kamismu sering terlewat

Waktu kau sia-siakan dengan banyak hiburan tidak perlu. Melenakan, melalaikan hingga hari-harimu luput dari perenungan tentang mati

Lalu, kau masih bertanya, apa yang menghambatmu tuk mendekat dengan-Nya?

—Makassar, 10:22 pm


Wednesday 23 August 2023

27; ucapan yang terlambat untuk diri sendiri

Meski umur berkurang, kau masih punya kesempatan untuk "menjadi sesuatu" yang kau inginkan. Kau juga masih memiliki energi untuk banyak perjalanan, menapaki tempat-tempat terbaik di bumi-Nya. 

Sebab tidak ada waktu paling tepat untuk "memulai sesuatu" selain saat ini. Dengan apa pun yang kau punya; entah tekad, semangat, dan kesabaran yang semoga tak pernah habis.

Selamatkan usiamu. Lakukan apa saja yang bisa membuatmu bahagia, lebih bersyukur, dan bermakna.

Sudahi mengingat masa lalu yang membuat getir. Berhentilah menjadi penonton hidup orang lain dan mulailah menulis kebaikan.

—Maros, 8:22 am

Saturday 6 May 2023

Kehilangan Kata-kata

Sebuah usaha membincangi diri sendiri ketika merasa sudah begitu lama tidak menulis ....

Aan Mansyur dalam salah satu wawancara
Seperti kata Aan Mansyur dalam salah satu wawancara yang sepenuhnya saya sepakat 


Seperti membaca, saya selalu menganggap menulis sebagai kebutuhan yang memiliki banyak alasan, untuk apa? Untuk memetakan perasaan ataupun pikiran salah satunya, namun bagaimana menghadapi keadaan kehilangan kata-kata saat ada begitu banyak perasaan ataupun pikiran yang bergejolak? Entahlah. Saya tidak melakukan apa-apa selain membaca tulisan orang lain yang kadang terasa begitu menenangkan  karena 'cukup mewakili' apa yang sebenarnya ingin saya ungkapkan, tepat di kala saya tak memiliki kata-kata yang memadai untuk menuliskannya. 

Persis seperti yang terjadi belakangan atau saat ini—ketika saya melihat diri saya berlalu bersama sekian hari, bahkan bulan tanpa menuliskan apa pun. Saya merasa kehilangan sebagian diri saya sebelum saya menyebut kondisi ini sebagai fase kehilangan kata-kata. Jujur saja, saya kesusahan untuk menulis apa saja yang saya rasakan atau pikirkan. Sudah cukup lama Diary, catatan di hp ataupun blog sangat sepi dari tulisan (tentu jika dibanding dengan tahun-tahun lalu). Singkatnya, ini menjadi tahun yang begitu kurang dengan tulisan.

Meski setiap hari masih dipenuhi senandika terutama ketika mata begitu sulit terpenjam, nyatanya saya selalu tidak sanggup menuliskan apa pun. Kata-kata hanya berhamburan dalam kepala sebelum lenyap bersama kesadaran yang hilang dalam tidur pulas.

Saya mulai meragukan diri saya sebagai seseorang yang senang menulis ataupun menjadikan menulis sebagai hobi. Sebab begitu lama saya kehilangan kata-kata—atau saya yang terlalu malas mencarinya (jika kata-kata benar hilang), menyusunnya sebagaimana dulu saya dengan senang hati melakukannya?

Yang pasti, saya tidak pernah ragu untuk mengatakan bahwa selain membuat lega menulis juga bisa membawa kebahagiaan tersendiri untuk saya. Yah, setidaknya itu yang saya rasakan saat mengetik ini.


—Maros, 6:48 pm

Tuesday 3 January 2023

2023

Selepas melewati pergantian tahun dengan duduk sendirian sambil berusaha menulis kaleidoskop di satu jam terakhir 2022. 

Banyak hal yang sudah terjadi. Ada tumpukan cerita yang suatu hari perlu dikenang, dibaca kembali seperti mengulang satu buku favorit untuk mencari-cari sesuatu yang selama ini mungkin terlewat. 

Entah kapan, aku bisa membuat arsip tahunan dengan lebih rapi. Pada akhirnya, aku ingin lebih rajin menulis—lebih banyak kenangan. Karena ingatan begitu rapuh. Terlalu mudah tercerabut, terlupakan. Aku tidak ingin menjadi seseorang yang lupa pada masa lalunya. Tidak peduli, sebanyak apa pun luka yang bermukim di sana.


Malam memang waktu yang tepat untuk teringat banyak hal, meski lagi-lagi aku tak sanggup menulisnya satu per satu. Kemampuan menulisku memang payah. "Tidak apa-apa, aku menulis bukan untuk jadi penulis" kataku dalam hati berusaha menyingkirkan rasa bersalah. 

Riuh pikiran beradu dengan ledakan petasan dan kembang api. Langit malam penuh warna. Lalu hujan deras bersama tiupan angin kencang yang membuat gigil akhirnya mendorongku untuk segera meringkuk di kasur, meninggalkan seluruh bising dalam kepala. 


Sudah 2023. Kepalaku masih kosong dari harapan. Aku tidak membuat daftar semoga, menyusun to do list ataupun menulis segala mudah-mudahan yang panjang. Tahun ini masih tanda tanya. Rasanya hanya ingin mengalir, meninggalkan diriku yang dulu terlalu goal oriented dan masih gagal memenuhi semua ekspektasi. 

"Tidak apa-apa, kau masih satu dari miliaran manusia yang tidak harus berhasil dalam segala hal.” aku kembali membujuk diriku. Mencoba lebih mencintai seseorang yang sudah berbaik hati untuk tidak menyerah dan terus bertahan melalui tahun-tahun yang sulit. 

Terima kasih. Tapi kau masih harus berbenah untuk jadi versi paling memuaskan untuk dirimu, untuk Rabbmu.

—Takalar, pukul tiga lewat