Saturday 30 June 2018

Review Singkat Arah Langkah



Semua daerah memiliki cerita yang berbeda-beda. Yang sama hanyalah rasa sakit saat berpisah. Karena perpisahan, semanis apapun, seindah apapun, tetaplah perpisahan. Ada cerita yang harus berubah menjadi kenangan. (Halaman terakhir)

Ketika kita menerima sebuah pertemuan maka kita pun harus merelakan sebuah perpisahan. Dan sebaik-baik cara untuk menyimpan kenangan adalah dengan menuliskannya. Sebab jika hanya berada dalam kepada pelan-pelan ia bisa saja tersapu oleh waktu, tertimbun oleh kenangan-kennagna yang lain. Maka lakukan perjalanan, resapi sebuah pertemuan, perkenalan dan abadikan dalam tulisan sebagai miniatur ingatan; tempat yang bisa kau kunjungi kapan saja.

Buku ini berisi kisah perjalanan Bung Fiersa menjejakkan kaki di beberapa tempat di Indonesia (Berkelana dari sabang-entah jika nanti betul-betul sampai di raja ampat seperti yang direncanakan dalam buku pertama ini) Dilatarbelakangi oleh patah hati, Bung akhirnya memutuskan untuk pergi sejauh-jauhnya menyusuri Indonesia bersama dua orang temannya (Baduy dan Prem).

Kadang memang, sesuatu yang menyakitkanlah yang kemudian membuka satu gerbang kebahagiaan yang baru. Lalu hal-hal mengagumkan lainnya pun akan kita temukan sebagai jawaban dari sebuah misteri takdir; asal kita bersedia untuk merelakan langkah menuju kepergian. Ya, kepergian yang akan membuat kita rindu. Kepergian yang mengajarkan tentang banyak hal. Hingga langkah kembali pulang menuju destinasi terakhir; rumah. Tempat yang selalu nyaman untuk kembali sejauh apapun perjalanan berhasil kita taklukkan.

Betul, Arah Langkah bukan sekedar catatan perjalanan yang melukiskan keindahan alam, budaya, dan manusia lewat teks dan foto. Tetapi juga memberikan cerita lain tentang kondisi negeri yang tidak sebagus seperti di acara seperti di layar televisi. Meski pun begitu, semua daerah memiliki cerita yang berbeda-beda, namun di dalam perbedaan itu, cinta dan persahabatan slalu bisa ditemukan.

Tuesday 5 June 2018

10 Terakhir Ramadan



Ibnul Jauzy rahimahullah berkata: 
 ‏الليالي والأيام الفاضلة لا يصلح للمريد أن يغفل عنهنّ، لأنه إذا غفل التاجر عن موسم الربح فمتى يربح.  
“Malam-malam dan hari-hari yang memiliki keutamaan yang tidak pantas bagi orang yang ingin meraih keutamaan untuk melalaikannya.”  
10 Hari terakhir ramadan, momentum paling sakral. Detik-detik yang amat berharga. Di dalamnya terdapat waktu yang sangat istimewa. “Malam seribu bulan” demikian sabda-Nya dalam kalam mulia. 
Lantas, tidak tergiurkah kita memberikan ibadah terbaik pada malam-malam terakhir bulan mulia ini? Jika satu malam berharga ini hanya ada sekali di antara ribuan hari, masihkah kita akan melewatkannya begitu saja? Tak ada jaminan jika tahun depan kita masih berjumpa bulan yang penuh berkah ini. Menjadi kandidat peraih malam lailatul qadar adalah seluas-luas kesempatan meraih ampunan-Nya, juga saat terbaik tuk melangitkan ragam permohonan di detik-detik waktu mustajabnya doa. Jangan sampai kita menyia-nyiakannya sebab ada begitu banyak penghuni kubur yang amat merindukan ramadan.
Meski begitu banyak manusia yang telah melafalkan dua syahadat, nyatanya tetap saja ada yang tak mampu memanfaatkan 10 terakhir ramadhan sebaik mungkin. Malah mungkin melewatkannya dengan biasa-biasa saja seperti hari-hari lainnya. Tak sadar akan makna yang terkandung dalam bulan mulia ini.
Kala pintu ampunan dibuka seluas-luasnya, para malaikat berbondong-bondong turun ke bumi, membuat malam seribu bulan dilimpahi berkah. Sungguh malam yang penuh kedamaian bagi hamba yang tenggelam dalam ketaatan. Larut pada ibadah-ibadah terbaik, menyembah dengan penuh pengharapan. Semoga kita termasuk di antara mereka yang tidak melalaikan keutamaan-keutamaan di 10 malam terakhir ramadan.
Aisyah r.a. berkata, “Rasulullah ber’itikaf pada sepuluh hari terakhir bulan Ramadhan, dan beliau bersabda, ‘Carilah malam qadar pada malam ganjil dari sepuluh malam terakhir dari bulan Ramadhan. (HR Bukhari dan HR Muslim)
--Makassar, 20 Ramadan

Sunday 3 June 2018

Pertemuan yang Menguji



Di balik sebuah pilihan tentu selalu ada hal yang dikorbankan; sebuah konsekuensi dari keputusan yang kita ambil. Seperti di momen ramadan kali ini, salah satu pilihan yang kadang membuat dilema adalah saat banyaknya ajakan bukber (buka bersama) baik dari teman alumni satu sekolah, teman seorganisasi, teman kuliah hingga ajakan bukber dari keluarga dekat. Sungguh, sebuah kesempatan baik untuk menyambung tali silaturahmi sekaligus menjadi ujian. Sebab kadang, sebuah pertemuan memang mendatangkan kebaikan namun hal-hal tidak baik pun turut membersamainya. Bahasa sederhananya; bisajadi kita malah mencari pahala di sela-sela dosa.

Kemarin salah seorang teman saya curhat tentang pengalamannya saat mengikuti sebuah acara bukber dan penggalangan donasi untuk Palestina. Singkat cerita, ia mengaku merasa sangat bahagia bisa mengikuti sebuah project amal namun ada perasaan bersalah yang mengusik batinnya. Ia sadar jika kebaikan yang ia upayakan ternyata malah menjadi ujian yang menggoyahkan hatinya.

“Panitia acaranya dari akhwat dan ikhwan dan ternyata banyak kebaperan yang terjadi...” kurang lebih demikian bunyi curhatan teman saya. Dari awal-awal kuliah ia memang selalu sharing ataupun curhat seputar dilematis pergaulan laki-laki dan perempuan yang terlibat ikhtilat jika sudah berada di kampus ataupun organisasi. Karena kami nyaris berada di posisi yang sama (sama-sama mahasiswa dan ikut organisasi) saya tidak tahu harus apa selain menjadi pendengarnya, memberinya kata-kata nasihat sekaligus saling mengingatkan dan menguatkan.

Perempuan memang makhluk Tuhan yang amat perasa, namun kita perlu mengingat berulangkali bahwa: jangan bawa perasaan dalam wilayah komunikasi dengan lawan jenis. Jangan biarkan ada rasa yang tumbuh pada waktu yang tidak tepat. Antara kita (laki-laki dan perempuan) ada batasan yang tidak bisa dilewati. Memang sudah kodrat semesta, perempuan dan laki-laki memang seumpama dua kutub magnet yang tarik-menarik. Kita sebagai perempuan harus berusaha melangkah sejauh mungkin, menghindari titik-titik yang akan menjebak kita dalam wilayah perasaan. Saya menutup percakapan dengan mengirimkan kalimat ini. Sebuah potongan tulisan yang selalu saya baca sebagai pengingat untuk diri sendiri.

Memang, bukan perihal mudah untuk menjaga diri agar pertemuan-pertemuan yang kita hadiri tetap berada dalam lingkaran kebaikan, sebab seringkali hal-hal tidak baik akan mencari celah di antara kekhilafan dan kelalaian manusia.  

--Makassar, 18 Ramadan

Friday 1 June 2018

Memilih Bacaan

"Jika telah datang malam pertama di bulan ramadan maka setan-setan dan jin yang jahat akan dirantai, pintu-pintu neraka akan ditutup dan tidak akan terbuka baginya satu pintu pun, pintu-pintu surga akan dibuka dan tidak akan tertutup darinya satu pintu pun, dan seseorang penyeru akan menyerukan “Wahai para pencari kebaikan bersegeralah (menuju kebaikan) wahai para pencari keburukan, (berhentilah dari keburukan), Allah membebaskan (seorang hamba) dari api neraka pada setiap malam di bulan ramadan).” --HR.Tirmidzi

Ketika bulan ramadan menuntut agar membatasi bacaan (di luar Alquran) sebab singkatnya durasi waktu bulan mulia ini membuat saya betul-betul harus lebih bijak lagi memanage waktu. Saya sadar jika membaca tentu membutuhkan banyak waktu sedangkan ramadan terlalu berharga jika dilalui dengan bacaan yang tidak memberi manfaat atau mungkin hanya sebatas hiburan.

Jika yang lalu-lalu saya biasa menghabiskan waktu berjam-jam untuk menamatkan sebuah buku maka bulan ini saya hanya meluangkan 15 hingga 20 menit dalam sehari. Target saya selama ramadan; cukup merampungkan satu buku saja. Sesuatu yang berharga memang slalu sepaket dengan risiko yang tidak ringan termasuk; sejenak menarik diri hobi yang sangat disenangi.

“30 Panduan Renungan Ramadan Efektif” demikian judul buku yang saya pilih untuk membersamai ramadan kali ini. Sebuah buku yang berisi 30 tulisan singkat yang tidak sekedar menyuguhkan ilmu seputar bagaimana beramadan dengan efektif tapi juga memberikan suntikan semangat untuk menghidupkan bulan ramadan menjadi bulan penuh makna yang dipenuhi amal ibadah sebagai sarana untuk mensucikan jiwa agar ramadan tidak sekedar menjadi momen tahunan yang berlalu begitu saja.

“Amal ibadah yang kita tegakkan mesti kita perjuangkan agar benar-benar efektif, diterima dan diberkahi oleh Allah Subhana Wa Ta’ala, sehingga menghasilkan kebahagiaan, kekuatan kemuliaan, dan kesejahteraan hakiki. Kerja keras untuk efektifitas ibadah ini sangat penting untuk kita optimalkan pada bulan mulia ramadan. Inilah wujud cinta dan ikhlas dalam menjalani bulan mulia ramadan agar kita tidak menjalani ramadan dengan kelalaian." (Halaman 01)

Buku ini akan menuntun kita untuk melakukan banyak renungan di bulan suci ramadan sebagai motivasi yang akan mendorong semangat beribadah demi mencapai derajat taqwa, sebagaimana tujuan diperintahkannya berpuasa.

--Makassar, 16 Ramadan