Monday 26 September 2022

Membicarakan Kehilangan

Sejak bapak meninggal 26 September 2006 lalu, bagiku—September adalah waktu untuk berkabung. Bulan yang sepanjang hidup akan kuingat sebagai perpisahan penuh air mata. Bukannya ingin mendramatisir kenangan, tapi bagiku, kehilangan karena seseorang yang kaucintai menutup usia adalah duka yang tak tertandingi. Sejauh ini belum ada yang menyaingi perasaan sedih karena ditinggalkan oleh bapak. Sebab setelahnya, rindu selalu datang bersama tangis yang akan susah payah dihentikan.

Sudah 16 tahun sejak hari terakhir kali kulihat bapak. Kilasan belasan tahun silam itu tak bisa hilang dari ingatanku; bapak yang terbaring dengan mata terpejam, tanpa nafas dan gerakan apa pun lagi. Aku yang tidak cukup kuat melihat itu berpindah ke kamar sebelah, menangis sejadi-jadinya lalu setelah keluar dari kamar tempat bapak menghembuskan nafas terakhirnya, tak pernah lagi kulihat sosoknya. 

Umurku baru sepuluh tahun kala itu. Aku terlalu takut melihat bapak dibawa pergi, jadi selepas kelelahan menangis aku (sengaja) memilih tidur. Aku masih terlalu kecil untuk mengerti emosi yang hadir, aku juga belum tahu mekanisme pertahanan, apalagi menjadi baik-baik saja saat kesedihan menikam hati dengan brutal.

Setelah melewati banyak hal, membaca banyak buku, dan tentu saja rajin berkontemplasi—akhirnya aku bisa melihat kematian lewat sudut pandang yang berbeda. Ada pemahaman yang melengkapi kehilangan besar itu hingga saat merasa harus kembali mengenangnya, (meskipun masih dengan air mata) aku akan tetap baik-baik saja. Aku sudah menerima kehilangan dengan cara terbaik, menganggapnya sebagai refleksi untuk diri sendiri agar lebih banyak lagi merenungkan kematian.

"Kullu man alaihaa faan" kata-Nya. Semua yang ada di bumi itu akan binasa. Everything is temporary.

Bahwa kematian adalah niscaya. Tidak satu pun manusia yang masih bernafas tanpa setiap detik waktunya adalah kemungkinan sebagai akhir hidupnya. Tidak yang muda, tidak pula yang masih sehat. Kita sama, semuanya sama-sama akan mengalami mati. Tentang siapa yang punya giliran lebih dulu itu hak prerogatif-Nya. 

9:55 pm

Monday 5 September 2022

Selepas Agustus

Agustus memberi ruang untuk berefleksi habis-habisan—menakar sedalam apa aku melihat hidup, sudah seluas apa penerimaanku terhadap takdir. Melihat jauh ke belakang. Menengok sejarahku sendiri. Membaca kembali cerita hidup dan daftar pertanyaan yang tidak mudah dijawab. 

Ada banyak hal yang ingin diperbaiki, diulang jika bisa—tapi jarum waktu tak pernah bergerak mundur. Semua yang lewat sisa masa lalu. Kenyataan yang harus disyukuri. Kenangan yang mesti diterima seikhlas-ikhlasnya.

Everything has changed. Both around me, and within me. New month is new beginning. New me. I'm trying to improve myself. To fall in love with the best version of me.
Keep moving forward, Raa.