Sunday, 18 August 2024

Turning 28

Bagiku, hari kelahiran selalu menjadi waktu terbaik untuk berefleksi sekaligus menjadi momentum yang tepat tuk mengupayakan perubahan; menjadi versi yang lebih baik lagi.

Sebab ada banyak hal yang masih harus dibenahi. Ada harapan-harapan baru yang masih harus dirawat. Ada prasangka baik yang harus terus diupayakan juga doa-doa yang tidak boleh berhenti. Hidup memang harus dijalani dengan baik—untuk menjadi sebaik-baik hamba. 

Alhamdulillah, untuk umur kesekian; semoga berisi keberkahan di dalamnya dan semoga kesempatan hidup ini tidak kubiarkan hanya berlalu dan menjadi sia-sia—doa yang akan kuulang tiap bertemu kembali dengan 18 Agustus; hari pertama aku hadir di dunia.

Jujur saja, hari ini adalah hari ulang tahun paling campur aduk. Hal-hal yang beberapa hari lalu sudah kurencanakan berakhir hancur berantakan karena kejadian tak terduga. Hari yang kupikir akan menyenangkan ternyata berubah menjadi ruang ujian yang menekan. Rupanya, sabarku sedang diuji sedemikian rupa. 

Semua bermula saat terbangun dengan sisa perasaan frustrasi setelah semalam menerima pesan yang sangat tidak menyenangkan hingga membuatku menangis sesenggukan dalam salat malam, menunggui subuh dengan perasaan sedih dan muak.

Ternyata, pesan menyebalkan semalam masih harus berlanjut paginya. Tidak hanya jadi pengacau ritual pagi tapi juga menjadi pembuka hari paling buruk. Meski demikian, aku tetap memaksa diri untuk berolahraga sejam sebelum pulang; kembali menangis dan tidur. Salah satu hari terburuk dalam hidupku baru saja berlangsung.

Tapi, hidup selalu punya tetapi (meminjam kalimat Aan Mansyur).

Sekitar pukul tujuh pagi saat masih di perjalanan pulang, seorang sahabat mengirimkan ucapan selamat ulang tahun bersama doa-doa panjang yang membuat mataku berkaca-kaca. Rasa haru memenuhiku. Seketika aku merasa begitu disayang hingga persepsiku tentang hari terburuk berubah seketika. 


Betul, selalu ada potongan menyenangkan dari satu hari paling buruk sekalipun.

Obrolan dari WhatsApp pun berlanjut dengan telfonan sejam lebih. Bercerita ternyata bisa menjadi sangat melegakan. Aku jadi merasa lebih baik dan seketika ingin menulis; satu hal yang sepertinya masih bisa kuusahakan sebelum hari ini berakhir—dari sekian daftar rencanaku, salah satunya adalah aku ingin menulis, apa saja.

Sejujurnya ada banyak hal yang ingin kutulis; tentang pengalaman beberapa bulan lalu yang ternyata mengubah hidupku, tentang mimpiku yang sepertinya ingin kulepas, dan tentang masa depan yang kubayangkan. Satu hal yang tidak kusangka; akhirnya ada waktu ketika aku pun berharap tentang masa depan yang lain—meski kutahu betul, tidak mudah untuk mengusahakannya, tapi apa sih yang sulit untuk Allah? "Kamu punya Allah, Raa" kataku, mencoba menenangkan diri. 

Kuatkan saja terus yakinmu.

Insyaallah, semua akan baik-baik saja.

—Makassar, 10:47 pm