Bagiku, hari kelahiran selalu menjadi waktu untuk berefleksi—sekaligus menjadi momentum yang tepat tuk mengupayakan perubahan; menjadi versi yang lebih baik lagi.
Ada banyak hal yang masih harus dibenahi, ada harapan-harapan baru yang masih harus dirawat, ada prasangka baik dan doa-doa yang tidak akan berhenti dirapal. Sebab hidup memang harus dijalani sebaik-baiknya.
Alhamdulillah, untuk jatah umur kesekian; semoga berisi keberkahan di dalamnya—doa yang akan selalu kuulang tiap bertemu kembali dengan momen kelahiran. Semoga kesempatan hidup ini tidak kubiarkan hanya berlalu dan menjadi sia-sia.
Jujur saja, hari ini adalah hari ulang tahun paling campur aduk. Hal-hal yang beberapa hari lalu sudah kurencanakan harus berantakan karena kejadian tak terduga. Hari yang kupikir akan menyenangkan ternyata berubaah menjadi ruang ujian yang menekan. Rupanya, sabarku harus diuji sedemikian rupa.
Semua bermula saat terbangun dengan sisa perasaan frustrasi setelah semalam menerima pesan yang sangat tidak menyenangkan—aku menangis sesenggukan dalam salat malam, menunggui subuh dengan perasaan sedih dan muak.
Ternyata, pesan menyebalkan semalam masih harus berlanjut paginya. Tidak hanya jadi pengacau ritual pagi tapi juga menjadi pembuka hari paling buruk. Meski demikian, aku tetap memaksa diri untuk berolahraga sejam sebelum pulang; kembali menangis dan tidur. Salah satu hari terburuk dalam hidupku baru saja berlangsung.
Tapi, hidup selalu punya tetapi (meminjam kalimat Aan Mansyur).
Tidak kusangka, seorang sahabat mengirimkan ucapan selamat ulang tahun bersama doa-doa panjang yang membuat mataku berkaca-kaca. Rasa haru memenuhiku. Aku merasa begitu disayang—persepsiku tentang hari terburuk berubah seketika. Ternyata, selalu ada potongan menyenangkan dari satu hari paling buruk sekalipun.
Obrolan dari WhatsApp pun berlanjut dengan telfonan sejam lebih. Bercerita ternyata bisa menjadi sangat melegakan. Aku jadi merasa lebih baik dan seketika ingin menulis; satu hal yang sepertinya masih bisa kuusahakan sebelum hari ini berakhir—sebab salah satu rencanaku (menulis) pada momen ini tidak sepenuhnya gagal.
Sejujurnya ada banyak hal yang ingin kutulis; tentang pengalaman beberapa bulan lalu yang ternyata mengubah hidupku, tentang mimpiku yang sepertinya ingin kulepas, dan tentang masa depan yang kubayangkan. Satu hal yang tidak kusangka; akhirnya ada waktu ketika aku pun berharap tentang masa depan yang lain—meski kutahu betul, tidak mudah untuk mengusahakannya, tapi apa sih yang sulit untuk Allah? "Kamu punya Allah, Raa" kataku, mencoba menenangkan diri. Kuatkan saja terus yakinmu.
Insyaallah, semua akan baik-baik saja.
—Makassar, 10:47 pm