Saturday, 28 June 2025

Untuk Mima'

  


    Sejujurnya aku selalu kesusahan membuat kalimat pertama—karena itu, kubuka tulisan ini dengan salah satu kutipan yang pernah kubaca di sebuah blog:

“The best love is when you find someone who makes your Imaan rise, who makes you more pious, and who helps you here in the dunya. Because that person wants to meet you again in Jannah.”

  Siapa sangka, Mim. Untukmu—inilah waktunya, bertemu dengan seseorang yang insyaallah akan membersamai hingga ke syurga; seorang pasangan yang semoga adalah sosok dewasa dalam membimbing dan mengayomi. Semoga dia mampu menjadi qowwam yang penuh kasih sayang, seorang suami dan calon ayah yang berdedikasi dan penuh tanggungjawab. Mim, musim penantianmu—yang sudah cukup lama kini berakhir; hikmah ending, dengan seluruh pemahaman baiknya. Setelah sekian hari yang penuh ujian perasaan dan jebakan prasangka yang seringkali menggoyahkan keyakinan terhadap takdir-Nya, finally … Allah tunjukkan momen paling tepat versi-Nya.

     Barangkali memang begitulah cara terbaik Dia menulis skenario ceritamu; terlihat berliku tak berujung, penuh ketidakpastian yang menguji iman hingga begitu banyak luka yang dibiarkan menjejak terlebih dahulu—seluruhnya adalah bagian dari perjalanan perasaan yang pada waktunya akan membuatmu lebih bersyukur sudah berhasil melaluinya. Allah ingin lebih menguatkan seorang hamba dengan kesabaran paripurna, dengan kesyukuran yang mendalam—bahkan terhadap hal-hal di luar harapan, dan mungkin juga sekadar mengingatkan dengan lembut; bahwa yang terjadi adalah terbaik, seburuk apa pun manusia mencurigai takdir-Nya.

    Mim, ingat tidak? rasanya baru kemarin—padahal sudah lima tahun—ketika kita membicarakan soal kekhawatiran ataupun ketakutan terhadap pernikahan. Tentang cerita-cerita tidak bahagia seseorang yang sudah menikah dan menyesal hingga membuat kita cukup overthinking. Lalu, setelah tahun-tahun berlalu dan pembicaraan kita tentang sebuah pernikahan sudah semakin dewasa dan tidak semengkhawatirkan dahulu, saat itu (entah bagaimana) aku yakin, mungkin memang tidak lama lagi—tepatnya, firasatku bilang; Mima akan segera bertemu jodohnya. 

Meskipun ternyata Nisha lebih dulu, aku tidak menyangka hanya berjarak sebulan, Mima pun menyusul hari ini. Barakkalah fiik, Mim. Maaf karena belum bisa membalas chat—tapi percayalah, barisan doaku cukup bising beberapa malam ini. Anggap saja, begitulah caraku merayakan dari jarak jauh, dengan doa-doa yang selalu kuyakini lebih mendekatkan. Dan walaupun diam-diam dan masih tak ada percakapan di hari bahagiamu—tetap ada aku. Selalu. Sebagai kawan yang akan terus mendoakanmu, tidak hanya hari ini.  



     "Barakallahu lakuma wa Baraka alaykuma, wa jama’ah bayna kuma fii khair … selamat menikah, Mim."  

    Semoga menjadi pasangan yang penuh saling dalam mengarungi bahtera rumah tangga; Mima’ dan suami yang saling mencintai.  Saling memperjuangkan. Saling mendukung. Saling memaafkan. Saling yang tidak berhenti pada saling menyayangi saja. Saling yang terus-menerus. Sebab itu yang Allah ajarkan—saling mengingatkan dalam kebaikan. Saling menasihati dalam kebenaran. Maka semoga Allah berkahi pernikahan kalian dan memberi sakinah mawadda wa rahma dalam rumah tangga kalian. Selamat bertumbuh bersama, selamat menjadi rumah bagi satu sama lain—langgeng terus, yaa sampai maut memisahkan. Hingga syurga menjadi pemberhentian terakhir. Allahumma Amiin.

   Ada begitu banyak doa terbaik dari orang-orang untuk kalian hari ini, semoga semuanya mendapat pengabulan terbaik-Nya.

    Mim, semoga lebih bahagia dari yang sudah-sudah—meskipun nanti—seperti bagaimana hidup ini berjalan—akan ada saatnya bertemu bagian tidak menyenangkan, tapi setidaknya,  jika waktu itu tiba, rasanya cukup melegakan karena Mima sudah tidak sendiri. Bukan lagi seperti dulu yang hanya ada sajadah untuk bersujud dan mengadu—sekarang sudah ada pundak untuk bersandar. Yap, kini ada dia yang akan menemani Mima melewati ups and down moments… Masyaallah.

    Karena sudah sejam lebih, kuselesaikan tulisan ini dengan: Alhamdulillah. Segala puji bagi Allah yang menciptakan manusia berpasang-pasangan—sama seperti membuat pembuka tulisan, ternyata aku juga susah mengakhirinya, haha.…      

Makassar yang mendung dan masih sendu.

Dari kak Iramu yang bahagia tapi juga sedih sekaligus terharu.