Monday 17 July 2017

Mengagumi Langit


Sebut saja aku sedang mengagumimu. Semoga kau tak enggan.
Aku memang bukan perempuan istimewa, apalagi perempuan hebat. Lebih-lebih perempuan idaman para lelaki. Aku adalah aku. Perempuan yang biasa saja. Bukan keturunan bangsawan, orang-orang kasta atas atau apapun istilah yang menjadi sekat sosial di masyarakat.

Aku hanya perempuan dari keluarga yang sangat sederhana namun tetap harmonis, sebab ikatan persaudaraan kami adalah tali yang mengikat erat  kabahagiaan itu sendiri.
Aku juga perempuan yang tak begitu pandai, malah kadang terlihat bodoh. Sangat suka baper dan sesekali khilaf jika menyoal “rasa”. Aku tak cantik sama skali, bahkan amat jauh di bawah rata-rata untuk definisi umum kecantikan. Aku hanya perempuan yang berusaha memiliki hati yang cantik dengan caraku sendiri.

Aku memang bukan putri raja atau ratu yang slalu bersanding kata ayu, memesona nan anggun. Aku hanya putri bapak juga anak bungsu mama yang sedang berusaha menjadi perempuan baik. Bagiku, yang paling utama adalah menjadi cantik di hadapan mereka dengan berakhlak baik, lalu mendapatkan ridhanya maka sang Pencipta pun tentu kan ridha.

Aku masih sama dengan perempuan kebanyakan. Mudah mengeluarkan air mata dan kadang suka ngambek. Tapi tenang saja, aku tak bisa lama-lama marah dengan siapa pun sebab hal itu adalah keresahan pribadi yang amat mengganggu.

Aku perempuan penuh kekurangan di sana sini, hingga entah di mana kelebihan yang ada dalam diriku. Tak ada yang patut kubanggakan. Sebab dari segi mana pun rasanya aku tak pernah unggul.
Lalu, aku perempuan yang paling biasa ini malah memilih mengagumi kau yang bagai langit. Sebut saja demikian. Kau; Langit yang begitu jauh. Teramat mustahil tuk kujangkau. Tak apa, sebab aku memilih hanya sampai pada tahap kagum. Karena kutahu, lebih dari itu sama halnya mendekati garis berbahaya, sebuah batas yang tak boleh kusentuh slama ini. Aku perempuan slalu susah jika sampai pada fase rumit, maka sebisa mungkin aku memilih menghindar. Maka denganmu, jika lebih dari kagum sebaiknya jangan dulu. 

Meski begitu, tetap saja aku tak tau apa yang akan terjadi kedepannya. Aku hanya memilih saja, jika kelak aku malah jatuh, maka izinkan aku mencintaimu dengan cara yang paling benar.

Katakanlah aku Mencintai orang yang tepat dengan cara yang benar: Kau yang tepat; Karena kekagumanku yang terlanjur. Oleh sifat ke-hati-hatianmu terhadap sesuatu yang bisa membuatmu jatuh pada hal tidak baik. Kau yang terlihat amat pandai menjaga. Terlalu menutup diri dari apa saja yang tidak perlu. Kau yang sungguh-sungguh ingin bertahan pada lingkaran kebaikan, memegang teguh prinsip yang entah-namun kutahu, jika itu adalah bentengmu. Mungkin karena semua itu lah, diam-diam aku pun kagum. Lalu mungkin akan memilih mencintai dgn cara paling benar..

Mencintai dengan cara paling benar; adalah mencintai dengan keikhlasan penuh terhadap apapun ketetapanNya kelak. Aku takkan patah hati jika kau berjodoh dengan perempuan lain. Asal ia cukup sholihah maka aku turut bahagia sebab dengannya kau pasti akan mnjadi lebih baik lagi.
Aku yang mencoba mencintai dengan cara paling benar adalah dengan slalu mendoakan kebaikan-kebaikanmu. Dan terakhir, oleh cara yabg cukup susah; Menjauhimu.

Yaa,, aku harus memasang jarak agar menjauh bisa jadi hal yang baik. Menjauh tuk menjaga, iyaa kan? menjaga kau dan aku agar tak ada hal-hal yang dapat mencederai fitrah. Sebab jika memang ditakdirkan bersama pasti akan bersama juga kan (?) Sesederhana itu, keyakinan yang kugenggam erat kini.

#Dari perempuan yang nekat mengagumi laki-laki peramu puisi

|| Makassar, 08/07/2017

*(Catatan untuk seorang seseorang yang baru-baru ini kukagumi-tepatnya, kemarin, setelah jawaban dari chat singkat yang tepat tuk  menjadi alasan; ia betul-betul layak dikagumi.