Thursday 6 July 2017

Perihal Menata Hati


Pada akhirnya, ada hati yang harus ditata kembali. Ini bukan sekedar tentang menyembuhkan rasa sakit yang sempat ditorehkan kecewa. Bukan pula soal menenangkan tiap resah. Tapi lebih dari itu. 

Menata hati yang mesti adalah merapikan kembali tiap asa yang berserak sepanjang detak-detik penuh kecemasan. Oleh begitu banyak keinginan-keinginan, juga jawaban-jawaban tuk meng-iyakan berbagai kemungkinan baik yang sempat tercipta oleh kesibukan hati berharap. Untuk perasaan yang terlanjur luka. Pada Angan yang melebihi batas. Atas rindu yang terlalu. Dan oleh ekspektasi yang sempat teralamatkan kepada ia, seseorang yang mungkin tak seharusnya dan selayaknya dicinta. Sebab kau tahu betul, tak ada cara mencintai hati yang masih menjadi tuan bagi orang lain, pemilik masa lalu. Tak ada gunanya. Hanya menguras begitu banyak energi hingga lelah pun tiba. Membangunkanmu pada kesadaran yang sempat terlelap. Bahwa mungkin seperti itulah definisi mencintai yang paling salah

Setelah semua se-terang matahari pagi, tak ada lagi yang harus dilakukan selain segera Menata Hati. Perlahan menjauhi titik luka. Memberi jarak pada tiap kesempatan yang akan mengantar, tuk kembali mencicipi rasa sakit. Seharusnya seperti itu jika memang tak ingin lagi tersakiti. Diam-diam. Dalam-dalam. Sebuah kondisi paling menyedihkan saat hati terus saja berteriak lantang, tentang betapa tersiksanya ia kini. Namun logika malah abai. Ia teramat buta dan enggan percaya jika kenyataan slalu saja tak segaris dengan harapan. 

Ketahuilah, perasaan adalah sesuatu yang tak layak tuk membuat kita menghamba. Apalagi demi hal yang sudah pasti. Bahwa tak ada yang akan kau dapatkan selain pilu paling perih dari bertahan tuk tetap ingin memiliki hati yang sudah digenggam erat oleh bayangan yang entah. Kau pun tak bisa melihatnya. Yang kau tahu ia memang ada. Mungkin sebagai peringatan: tak usah mendekat, apalagi mengharap.
 
Menata hati: Berhenti tuk menginginkanya. Sederhana meski alur yang harus ditempuh tak pernah sederhana. Namun, jika tak begitu, apa masih sanggup? Menahan lara yang mengepungmu, menyesakkan dada. Berulang kali membuat gaduh sesuatu di dalam sana. Milikmu yang berharga berderak patah olehnya. Sudahi, waktunya kembali. Mengemas rasa, dan pelan-pelan memulihkan diri.
 
|| 06/07/2017