Wednesday 19 January 2022

Igauan: Apa yang Kupikirkan Saat Terjaga Pukul Dua Dini Hari

Mungkin orang-orang di sekitarmu memandangmu sebagai bagian dari kegagalan. Seseorang yang telah memenuhi seluruh kriteria tuk dijadikan sasaran empuk bagi sederet pertanyaan menyebalkan miskin empati. Kapan ini, kapan itu? Kenapa kau begitu terlambat? (dalam segala hal; entah soal jodoh, karir, studi, ataupun pencapaian lain yang kebanyakan orang di usiamu sudah jauh melewati masa itu).

Daripada menceracau panjang lebar tentang beragam benturan dan hambatan yang sudah memenuhi jalanmu (karena rute perjalanan hidup setiap orang beda-beda; ada yang semulus tol, ada pula yang berliku, curam, penuh lubang dan tanjakan tajam), rasanya akan lebih baik jika menjawab seadanya, sepaket senyum ramah dan pura-pura santai.

Karena terkadang, percuma saja membela diri dengan segala alasan dan argumen yang ujung-ujungnya malah disalahpahami. Kau tahu betul, ada banyak tipe manusia yang cenderung hanya mampu melihat kelemahan terbesar orang lain lantas menghakimi berdasar sudut pandangnya yang sempit, lengkap dengan asumsi hasil karangannya sendiri. Mereka yang selalu bebas berucap tanpa memikirkan perasaan orang lain. Ia yang lebih panjang kata-kata dibanding berpikir lebih dalam, luput mempertimbangkan efek dari perkataannya dan jangan ditanya perihal memilih diksi atau momen (kebanyakan mereka tidak mampu sehati-hati itu). Padahal, ada baiknya jika seseorang mendahulukan welas asih, mencoba memahami dengan bertanya pada diri sendiri "bagaimana jika aku yang berada di posisinya?" Apa yang kuharapkan akan diucapkan orang lain sebagai bagian dari empati, alih-alih membuatnya merasa terpojok.

Susah memang, jika kau seseorang yang "words of affirmation" sebagai love language-mu.

Kau cukup memaklumi perilaku semacam itu dan berusaha tetap dalam ketenanganmu. Sebab kau lebih percaya pada dirimu sendiri dan tidak ingin terbebani stigma-stigma mengerikan yang tidak pernah divalidasi kebenarannya. Asal kau masih pada prinsipmu, maka bagimu; tidak apa-apa dengan langkah yang teramat pelan. Tidak apa-apa juga berhenti sebentar atau berdiam diri sejenak.

Kau hanya tidak boleh menyerah, selalu tahu betul ’strong why-mu’ atas hal-hal yang sedang kau jalani dan perjuangkan. Tidak kehabisan stok sabar dan kebijaksanaan melihat segala takdir yang didatangkan, karena akan ada waktunya: kau akhirnya tiba juga di tujuanmu.