Saturday 8 January 2022

Satu Pekan Sebelum Hari Ini

Di langit sedang terjadi banyak ledakan, bersinar terang penuh warna. Orang-orang merayakannya sedangkan kau memilih tidur, karena bagimu, tidak ada bedanya dengan ratusan malam yang sudah sudah. Namun, pada akhirnya kau pun terbangun oleh keriuhan malam tahun baru. Suara petasan begitu berisik hingga mengusik tidur nyenyakmu, kau melirik jam: pukul dua belas malam lewat sekian menit.

Tahun memang berganti tapi dirimu tidak; kau masih terbangun di tubuh yang sama, dengan memikul masalah-masalah yang sama dan sederet rencana yang masih sama dengan tahun lalu. Jika ada yang berubah mungkin hanya bobot tubuhmu yang akhir tahun ini merosot jatuh, timbangan semakin ke kiri. Beban tubuh hilang bersama beban hidup yang kian hari terus bertambah. 

Kau tidak punya perenungan khusus sebab beberapa waktu terakhir, kau sudah habis-habisan merenungkan seluruh hidupmu, hingga ke bagian terkecil. Desember menjadi bulan yang begitu melankolis yang menghadirkan banyak hujan dari matamu. Kau tidak hanya banjir kenangan, tapi juga penyesalan. Segala kesia-siaan memunculkan diri seperti sosok hantu yang usil, mengganggu malammu, menjebakmu dalam insomnia yang seringkali berujung tangisan.

Buku-buku memberimu jalan lain untuk melarikan diri dari segalanya, namun hanya sekejap. Sebab ketika kau menutup halaman terakhirnya, saat itu pula kau kembali terlempar dalam realitas yang memuakkan. Kau memikirkan banyak hal, menimbang berbagai pilihan dan keputusan dengan perenungan panjang dan mirisnya, kau selalu tak punya cukup keberanian untuk menghadapi risiko-risiko berbahaya yang menanti.

Kau mengakui kepengecutan dirimu dan tidak bersedia memaafkannya. 

Tahun berganti, hidupmu tidak. Kau masih harus meneruskan hidup yang begini dan berlatih menabahkan hati terhadap segala takdir yang datang.

Tahun berganti, resolusimu tidak. Kau sadar, ada beberapa hal yang harus dibenahi dan dikoreksi dari caramu menyusun resolusi. Kau tahu betul mengapa kau gagal dalam banyak resolusi sebelumnya, tapi sayang; kau masih selalu malas mengatasinya.

Tahun berganti, dirimu tidak.

Kau masih perempuan yang menikmati kesunyian dengan segala kebisingan dalam kepalamu. Kau masih seseorang yang penakut, sulit melangkah maju dan kadang masih terikat dengan masa lalu. Kau masih penggerutu dalam tulisanmu, ragu jika harus bicara. Rasanya sangat sulit memulai keterusterangan tanpa mengalirkan air mata. Memilah kata-kata pun sama susahnya dengan menjaga perasaan orang lain agar tidak tersinggung. Kau masih begitu mahir memendam, berdalih bahwa kau tidak punya cukup kepercayaan untuk membagi keresahanmu pada siapa-siapa. 

Tahun berganti, dan tujuan-tujuan hidupmu pun (barangkali) sudah harus diganti.