Wednesday, 2 November 2022

Ingatan yang Melintas Sebelum Tidur

Saya akhirnya memutuskan menulis ketika sudah 30 menit lebih usaha agar tidur tepat waktu gagal. Seperti biasa, ada banyak yang riuh dalam kepala. Memetakannya satu per satu lewat kata-kata adalah cara agar mendapatkan kelegaan. Bagaiamana pun, bagiku—menulis adalah media terbaik untuk katarsis. Medium yang kupilih tuk mengenal dan menemukan diriku sendiri.

Saya teringat kalimat seseorang di salah satu platform menulis, (katanya) kurang lebih begini—karena lupa bagaimana redaksi katanya saya menulis apa yang ingatan saya tangkap—kita mengenang agar tidak menghianati masa lalu.

Maka ketika kesadaran saya tak kunjung pergi malam ini, saya membiarkan kenangan menerobos masuk, bernostalgia panjang dalam kesunyian yang mengalirkan air mata. Entah kesedihan yang jatuh, penyesalan, atau ketidakmampuan memahami ingatan-ingatan yang datang menyerbu.

Ingatan itu memang unik, ada banyak, tapi kita tak bisa memilih, mana yang akan tanggal dan yang tinggal. Meskipun saya cukup sering menulis agar tak lupa, tetap saja lebih banyak yang luput, terlupakan lalu kemudian gentayangan di saat-saat sendiri. Kenangan-kenangan itu membawa nama bersama peristiwa dan perasaan tertentu. 

Ingatan pertama, 2014. Matahari pagi dan percakapan-percakapan hangat dari seseorang yang jauh tapi terasa begitu dekat. Cerita lama yang tak pernah betul-betul terlupakan. Perasaan yang ditutup dengan pergi. Selesai begitu saja. Yang hari ini sedikit mendatangkan sesal, kenapa tidak pamit baik-baik? Ada perasaan bersalah yang tidak bisa dibayar dengan maaf.

Ingatan kedua, ketiga ... Tidak perlu ditulis. Satu pertanyaan mewakilinya: mengapa harus jatuh di kesalahan yang sama lebih dari sekali? Lihat, semua ingatan itu, pada akhirnya jadi hantu masa lalu. Menyelinap di malam-malam insomnia. 

11:07 pm |