Sunday 3 June 2018

Pertemuan yang Menguji



Di balik sebuah pilihan tentu selalu ada hal yang dikorbankan; sebuah konsekuensi dari keputusan yang kita ambil. Seperti di momen ramadan kali ini, salah satu pilihan yang kadang membuat dilema adalah saat banyaknya ajakan bukber (buka bersama) baik dari teman alumni satu sekolah, teman seorganisasi, teman kuliah hingga ajakan bukber dari keluarga dekat. Sungguh, sebuah kesempatan baik untuk menyambung tali silaturahmi sekaligus menjadi ujian. Sebab kadang, sebuah pertemuan memang mendatangkan kebaikan namun hal-hal tidak baik pun turut membersamainya. Bahasa sederhananya; bisajadi kita malah mencari pahala di sela-sela dosa.

Kemarin salah seorang teman saya curhat tentang pengalamannya saat mengikuti sebuah acara bukber dan penggalangan donasi untuk Palestina. Singkat cerita, ia mengaku merasa sangat bahagia bisa mengikuti sebuah project amal namun ada perasaan bersalah yang mengusik batinnya. Ia sadar jika kebaikan yang ia upayakan ternyata malah menjadi ujian yang menggoyahkan hatinya.

“Panitia acaranya dari akhwat dan ikhwan dan ternyata banyak kebaperan yang terjadi...” kurang lebih demikian bunyi curhatan teman saya. Dari awal-awal kuliah ia memang selalu sharing ataupun curhat seputar dilematis pergaulan laki-laki dan perempuan yang terlibat ikhtilat jika sudah berada di kampus ataupun organisasi. Karena kami nyaris berada di posisi yang sama (sama-sama mahasiswa dan ikut organisasi) saya tidak tahu harus apa selain menjadi pendengarnya, memberinya kata-kata nasihat sekaligus saling mengingatkan dan menguatkan.

Perempuan memang makhluk Tuhan yang amat perasa, namun kita perlu mengingat berulangkali bahwa: jangan bawa perasaan dalam wilayah komunikasi dengan lawan jenis. Jangan biarkan ada rasa yang tumbuh pada waktu yang tidak tepat. Antara kita (laki-laki dan perempuan) ada batasan yang tidak bisa dilewati. Memang sudah kodrat semesta, perempuan dan laki-laki memang seumpama dua kutub magnet yang tarik-menarik. Kita sebagai perempuan harus berusaha melangkah sejauh mungkin, menghindari titik-titik yang akan menjebak kita dalam wilayah perasaan. Saya menutup percakapan dengan mengirimkan kalimat ini. Sebuah potongan tulisan yang selalu saya baca sebagai pengingat untuk diri sendiri.

Memang, bukan perihal mudah untuk menjaga diri agar pertemuan-pertemuan yang kita hadiri tetap berada dalam lingkaran kebaikan, sebab seringkali hal-hal tidak baik akan mencari celah di antara kekhilafan dan kelalaian manusia.  

--Makassar, 18 Ramadan