Friday 18 May 2018

Membatasi Diri



“Ramadan adalah saat untuk sejenak menjadi emas, diam di tengah-tengah keramaian sekalipun banyak hal yang menarik untuk dikomentari. Untuk tak menghabiskan waktu dalam adu pendapat yang kita tak benar-benar mengerti. Untuk tak mudah membagikan sesuatu sebelum benar-benar yakin keabsahannya.” –Taufik Aulia

Ramadan kedua bersama perasaan was-was tentang waktu yang kadang dilalaikan dengan urusan yang tidak begitu penting. Meski sudah berusaha semaksimal mungkin, mengupayakan agar waktu hanya terisi hal-hal baik, tetap saja yang namanya manusia slalu khilaf perihal waktu. Salah satu yang sangat sulit dimanage dengan bijak, apalagi jika sudah dihadapkan dengan sang pencuri Ramadan; Tv, hp, sosmed, etc...

Sebagai seorang yang merasa internet adalah sebuah kebutuhan, jujur saya sangat sulit jika sehari saja tanpa terkoneksi dengan dunia maya, meskipun di beberapa waktu saya harus menjadi seseorang yang tiba-tiba menghilang total dari semua akun sosmed (tapi ini hanya di moment tertentu saat saya betul-betul merasa butuh melepaskan diri dari hiruk pikuk dunia maya karena alasan yang cukup serius). Sederhananya, internet adalah salah satu distraksi paling besar yang cukup banyak membuat urusan seringkali tertunda atau terbengkala. Membaca status-status di linimasa fb, ig, twitter, browsing, blog walking, mengomentari postingan teman hingga membalas chat di wa adalah sekumpulan aktivitas yang tanpa sadar begitu banyak menyita waktu berharga kita, right?

Lantas bagaimana menyikapinya? Untuk saya pribadi solusinya hanya satu: Tegas membatasi diri. Membatasi diri dari segala hal yang membuka celah kelalaian. Batasi waktu tidur, waktu bersosmed, waktu kumpul-kumpul, hingga membatasi interaksi dengan orang-orang sekitar. Memang tidak mudah, namun sebagai seorang introvert yang slalu lebih suka menghabiskan waktu ber Metime saya merasa lebih mudah mengendalikan diri dari banyak interaksi yang menurut saya tak begitu penting (Kesannya saya sok penting banget, tapi beginilah yang namanya prioritas).

Bagi saya cukup bersama mereka yang betul-betul membuat nyaman dan tentunya memberi arti ataupun feedback/kesan yang baik. Ya, dalam pergaulan kita memang bebas berkenalan dengan siapa saja namun untuk lebih dakat dan akrab, kita harus membatasi diri atau selektif memilih. Bukannya sok pemilih namun memang tidak bisa dinafikkan jika orang-orang yang slalu berinteraksi sehari-hari sangat memberi pengaruh terhadap diri kita. Mulai dari sikap, sifat ataupun kebiasaan-kebiasaan dari seseorang yang ada di sekitar, secara tidak sadar akan ikut teradopsi ke dalam diri kita. Porsinya tentu beda-beda tiap orang namun scara garis besar seseorang memang cenderung terwarnai dibanding mewarnai.

So, selektiflah memilih di mana kita harus berada, bersama siapa, sebab waktu akan terus berjalan maju dan bagaimana kita di masa depan adalah hasil dari apa saja yang kita lakukan hari ini. Kadang kita harus rela dianggap sombong, cuek atau apalah, sebab terlalu pertimbangan hanya soal kumpul-kumpul, chat slow respon, atau karena kurang membaur bersama teman (walau hanya di grup Whatsapp) ketahuilah, bukan tidak ingin, hanya saja (lagi-lagi) ini soal prioritas. Dan maaf, saya bukan tipe manusia yang mudah mengendalikan diri jika terlanjur terdistraksi hal-hal yang memang menyenangkan dan bikin candu-hingga lupa waktu (chattingan, browsing, berselancar di dunia maya-etc...)

Finally... Kembalikan ke diri sendiri, sejauh mana kita menyadari dan menghayati tujuan kita diciptakan tanpa mengabaikan tanggungjawab-tanggungjawab yang lain.

--Maros, 02 Ramadan