Wednesday 20 September 2017

Memahami


Memahami itu indah. Setuju banget.

Sebab menjadi manusia sosial kita dihadapkan pada kenyataan yang mau tidak mau harus kita jalani-sekali pun itu sesuatu yang tidak kita inginkan sama skali. Termasuk perihal memahami. Sebagai seorang introvert, kegiatan sehari-hari sangat bergantung dengan planner plus dengan alarmnya. 

Maklum, aku agak pelupa sehingga harus slalu diingatkan dengan banyak cara (read: alarm schedule harian lengkap dengan prioritas berupa sticknote warna warni yang tertempel di mana saja), selalu saja butuh metime dan kadang merasa frustasi jika tak terpenuhi karena banyaknya kegiatan di luar rumah. Gak mau rempong dan memang terbiasa mengerjakan sesuatu sendirian-dan juga sangat tidak suka terdistraksi dengan banyak chat-atau pun telfon hingga 24 jam hpku mode silent demi meredam bunyi notifikasi yang slalu menyesaki hp.

Dengan kepribadian seperti ini, tantangannya jelas; Aku mesti memposisikan diri sebagai seseorang/teman yang harus slalu menipiskan ego tuk “memahami” orang di sekitarnya. Memahmi sebenarnya termasuk hal yang susah-susah gampang, sebab di beberapa kondisi kita dituntut tuk berkorban demi mempertahankan ikatan pertemanan. Aku berteman dengan beragam orang yang tentu berbeda sifat-mulai dari yang sederhana, penuh tanda tanya (agak absurd tapi unik), sedikit nyebelin, hingga yang hobi mendramatisi segala hal. Berhadapan dengan macam-macam karakter serta merta membuat memahami menjadi hal urgent yang harus dilakoni untuk menjaga agar lingkaran pertemanan tetap nyaman juga demi meminimalisir segala hal yang bisa merenggangkan sebuah hubungan. Singkatnya, memahami adalah solusi tuk tetap survive menghadapi kompleksnya kehidupan yang bukan di fase teenage again.

Kedewasaan ternyata serupa jebakan usia berbentuk pilihan-pilihan penuh risiko-sepanjang memerankan naskah takdir yang dituliskan Tuhan. 

 *(source: mytumblr. klik di sini