Aku pernah berada di titik paling genting tentang hidupku yang sepertinya sedang berjalan menjauhi titik kebaikan. Kala itu keresahan menjadi makanan sehari-hariku. Atas sebuah pilihan yang berhasil melahirkan dilema panjang. Antara kebaikan dan keburukan yang entah di mana sekat antara keduanya.
Sebenarnya
aku hanya merencanakan sesuatu yang baik tapi nyatanya yang kulakukan justru
tercemar oleh banyak hal tidak baik, meski tujuannya masih baik. Ahh... agak
sulit tuk membahasakannya, sebab terlalu banyak kontradiksi yang bermain dan
aku pun masih kesulitan membahasakannnya.
Sebut
saja, saat itu adalah fase yang lumayan krisis dimana aku mulai hilang kendali
menyikapi pergaulan sehari-hari atau setiap interaksi dalam ranah kampus. Sebab
menuntut ilmu, ujiannya memang berat, apalagi untuk perempuan sepertiku yang
berada di lingkungan tak sekondusif sebelumnya (read; dulu waktu hidup
berasrama tanpa ada yang namanya ikhtilat). Paling ringkasnya begini; aku
nyaris lupa akan prinsipku selama ini karena terlalu sibuk mengurusi konsekuensi
dari pilihanku sendiri.
Dan
Kepalaku pelan-pelan slalu riuh mempertanyakan apa saja yang melatarbelakangi
gelisah bertamu setiap malam. Dan ternyata semua itu adalah akibat dari aku
yang kurang bijak menyikapi sekelilingku. Aku memang slalu merasa bahagia bisa
berkumpul bersama orang-orang yang sefrekuensi dalam hal hobi yang pada
akhirnya malah membuatku terjebak di lingkaran nyaman kurang baik. Aku
perempuan dan nyatanya masih terlalu labil perihal menghadapi kebaikan banyak
Adam di sekitarku.
Belakangan
baru kusadari jika aku hampir saja mencederai prinsip yang selalu kugaungkan
sebagai sebuah usaha menjaga diri. Meski
berusaha menghindari, nyatanya aku tetap saja berputar di poros harap yang
salah. Membuat hijrah pada akhirnya menjadi jalan yang harus kutempuh
sungguh-sungguh.
Setelah
perenungan panjang aku mengambil keputusan yang semoga saja menjadi pilihan
paling tepat. Aku melepaskan satu harapan atau mimpiku sebab kutahu jika
mengejarnya sama saja kembali menjerumuskan diri ke hal-hal yang tidak membawa kebaikan.
Tentu bukan perkara mudah merelakan sesuatu yang sebenarnya sudah di depan mata tuk segera dalam genggaman, namun nurani seolah berbisik pelan: Untuk apa kau mati-matian mengejar bahagiamu sedang Tuhanmu mungkin saja murka (?)
Tentu bukan perkara mudah merelakan sesuatu yang sebenarnya sudah di depan mata tuk segera dalam genggaman, namun nurani seolah berbisik pelan: Untuk apa kau mati-matian mengejar bahagiamu sedang Tuhanmu mungkin saja murka (?)
Sebenarnya
tak ada yang salah untuk mimpiku. Kesalahan terbesarnya murni hanya ada padaku
yang belum mampu memposisikan diri menjauhi peluang dosa slama ini. Berat namun
harus kuakui jika mudharat yang kuperoleh lebih banyak dibanding
manfaatnya. Maka inilah jalan hijrahku, pergi menjauh,
menutup celah-celah keburukan yang sudah pasti akan menambah timbangan
keburukanku-kelak.
Kusebut
ini hijrah sebab aku betul-betul menarik diri dari kenyamanan yang beberapa
bulan ini kunikmati tanpa sadar bahwa sebenarnya sikapku kurang tepat.
*(
Writing project tema; Jalan Hijrah @xyouthgen
#metamorfoself #writingproject