Tuesday 19 September 2017

Sebuah Pilihan


Aku pernah berada di titik paling genting tentang hidupku yang sepertinya sedang berjalan menjauhi titik kebaikan. Kala itu keresahan menjadi makanan sehari-hariku. Atas sebuah pilihan yang berhasil melahirkan dilema panjang. Antara kebaikan dan keburukan yang entah di mana sekat antara keduanya.

Sebenarnya aku hanya merencanakan sesuatu yang baik tapi nyatanya yang kulakukan justru tercemar oleh banyak hal tidak baik, meski tujuannya masih baik. Ahh... agak sulit tuk membahasakannya, sebab terlalu banyak kontradiksi yang bermain dan aku pun masih kesulitan membahasakannnya.

Sebut saja, saat itu adalah fase yang lumayan krisis dimana aku mulai hilang kendali menyikapi pergaulan sehari-hari atau setiap interaksi dalam ranah kampus. Sebab menuntut ilmu, ujiannya memang berat, apalagi untuk perempuan sepertiku yang berada di lingkungan tak sekondusif sebelumnya (read; dulu waktu hidup berasrama tanpa ada yang namanya ikhtilat). Paling ringkasnya begini; aku nyaris lupa akan prinsipku selama ini karena terlalu sibuk mengurusi konsekuensi dari pilihanku sendiri.

Dan Kepalaku pelan-pelan slalu riuh mempertanyakan apa saja yang melatarbelakangi gelisah bertamu setiap malam. Dan ternyata semua itu adalah akibat dari aku yang kurang bijak menyikapi sekelilingku. Aku memang slalu merasa bahagia bisa berkumpul bersama orang-orang yang sefrekuensi dalam hal hobi yang pada akhirnya malah membuatku terjebak di lingkaran nyaman kurang baik. Aku perempuan dan nyatanya masih terlalu labil perihal menghadapi kebaikan banyak Adam di sekitarku.

Belakangan baru kusadari jika aku hampir saja mencederai prinsip yang selalu kugaungkan sebagai sebuah  usaha menjaga diri. Meski berusaha menghindari, nyatanya aku tetap saja berputar di poros harap yang salah. Membuat hijrah pada akhirnya menjadi jalan yang harus kutempuh sungguh-sungguh.

Setelah perenungan panjang aku mengambil keputusan yang semoga saja menjadi pilihan paling tepat. Aku melepaskan satu harapan atau mimpiku sebab kutahu jika mengejarnya sama saja kembali menjerumuskan diri ke hal-hal yang tidak membawa kebaikan.

Tentu bukan perkara mudah merelakan sesuatu yang sebenarnya sudah di depan mata tuk segera dalam genggaman, namun nurani seolah berbisik pelan: Untuk apa kau mati-matian mengejar bahagiamu sedang Tuhanmu mungkin saja murka (?)

Sebenarnya tak ada yang salah untuk mimpiku. Kesalahan terbesarnya murni hanya ada padaku yang belum mampu memposisikan diri menjauhi peluang dosa slama ini. Berat namun harus kuakui jika mudharat yang kuperoleh lebih banyak dibanding manfaatnya. Maka inilah jalan hijrahku, pergi menjauh, menutup celah-celah keburukan yang sudah pasti akan menambah timbangan keburukanku-kelak.

Kusebut ini hijrah sebab aku betul-betul menarik diri dari kenyamanan yang beberapa bulan ini kunikmati tanpa sadar bahwa sebenarnya sikapku kurang tepat.

*( Writing project tema; Jalan Hijrah @xyouthgen
#metamorfoself #writingproject