Friday 8 April 2022

Fatamorgana

Sudah menjadi lumrah kehidupan di dunia

Cabaran dan dugaan mendewasakan usia

Rintangan dilalui tambah pengalaman diri

Sudah sunnah ketetapan Ilahi

Deras arus dunia menghanyutkan yang terleka

Indah fatamorgana melalaikan menipu daya

Dikejar dicintai bak bayangan tak bertepi

Tiada sudahnya dunia yang dicari

Begitu indah dunia siapa pun kan tergoda

Harta, pangkat dan wanita melemahkan jiwa

Tanpa iman dalam hati kita kan dikuasai

Syaitan nafsu dalam diri musuh yang tersembunyi

Pulanglah kepada Tuhan cahaya kehidupan

Keimanan ketakwaan kepadanya senjata utama

Sabar menempuh jalan tetapkan iman di hati

Yakinkan janji Tuhan syurga yang sedia menanti

Imanlah penyelamat dunia penuh pancaroba

Hidup akhirat kita kekal bahagia Imanlah penyelamat dunia penuh pancaroba

Hidup akhirat kita kekal bahagia

(Hijjaz, "Fatamorgana", nasyid legend yang liriknya ternyata cukup dalam tuk dimaknai)

Saat ujian hadir seperti menyedot seluruh kemampuanmu untuk bertahan, menangis menjadi ritual pelepasan duka, berharap ada kebahagiaan yang bersedia singgah, menenangkan hati. Ah! Sudah berapa kali kau kehabisan sabar di tengah jalan? Duhai kau, yang sering kali kehilangan pijakan, disekap rasa putus asa, lupa; dunia pun adalah kelelahan yang fana.

Kepada nurani ... Sadarlah, dunia adalah penipu ulung. Keindahannya sudah menjebakmu dengan beragam nikmat kesementaraan. Melalaikan, meninabobokkan hingga melupakanmu pada perjalanan yang kekal nanti. Bukankah kepulanganmu pada sang Pencipta adalah sejelas-jelas kepastian kelak?

Duhai kau, si pengemis ampunan! Sudah berapa kali kau memaklumi kesalahan sebagai bagian kehidupan yang mendewasakan? Betulkah jika segunung khilafmu memberi pengalaman? Bahwa berapa banyak kita yang akhirnya hanyut, tenggelam dalam samudera dunia. Tak ada habisnya cita-cita dikejar juga keinginan tak berkesudahan yang justru melemahkan kita meraih akhirat.

Lalu … tanpa iman, bagaimana kita akan sanggup menahan diri? Melawan musuh yang bersembunyi dalam hati? Bahwa tanpa takwa, kita lumpuh. Tanpa petunjuk-Nya kita lengah. Tertipu fatamorgana dunia.

Sampai kapan seperti itu, apakah hingga raga di liang lahad? Sementara penyesalan tidak akan pernah mengembalikanmu ke masa lalu.

-Hari keenam-