Monday 11 April 2022

Ramadan yang Produktif

Satu malam sebelum tidur, (saya menganggapnya semacam pertanda) saya mengecek email, hal yang terhitung sangat jarang saya lakukan dalam keadaan mengantuk. Sebuah surel yang akhirnya sempat terbaca kemudian menggerakkan saya untuk kembali mengevaluasi diri. Diri yang tak habis-habisnya dipenuhi salah tiap harinya. Diri yang seringkali kesulitan menjaga hati dari niat yang keliru. Ah, betapa kita selalu butuh untuk selalu menelisik kedalaman hati agar yang bengkok segera bisa diluruskan dan yang salah bisa diperbaiki. Email tersebut tidak lain adalah Monday Love Letter, Mba Novie yang membahas tentang produktivitas. 

Bahwa produktivitas adalah barang mahal. Bukan kah kadang kita sudah menyusun sederet rencana dan segala macam target agar bisa seproduktif mungkin, namun tiba-tiba saja semua menjadi berantakan? Entah karena keadaan diri yang sakit atau alasan lainnya. Begitulah, produktivitas memang takkan terwujud tanpa izin-Nya. Iya, kembali saya diingatkan tentang segala hal yang saya upayakan ujung-ujungnya tentu bergantung atas kehendak-Nya.

Lantas, apa kita bisa membeli produktivitas?

Memang, produktivitas dapat terbeli oleh perencanaan-perencanaan yang matang, daya tahan tubuh yang optimal, atau atmosfer produktif yang mengelilingi kita sehingga kita menjadi terbawa produktif juga, dst. Ada benarnya. Semua itu bisa saja menunjang produktivitas harian kita. Namun, barangkali ada yang kita lupa bahwa satu hal yang menjadi ujung tombak produktivitas sebenarnya adalah keberangantungan kita kepada Allah. 

Yup, untuk “membeli” produktivitas, kita harus rela bergantung kepada Allah. Sebab, tanpa bergantung kepada-Nya, apa jadinya semua perencanaan kita? Hal lain yang tak kalah penting untuk “membeli” produktivitas adalah niat yang tulus lagi benar. Dalam buku Ramdhan Sepanjang Masa yang ditulis oleh Dr. H. Ahmad Salim disebutkan bahwa sebaiknya alasan kita produktif di bulan Ramadhan ini bukan karena ikut-ikutan, merasa berlomba dengan orang lain, atau bahkan karena kita sudah biasa produktif. Lebih dalam dari itu, semoga produktivitas ini lahir karena iman, karena jiwa yang merasa terpanggil oleh Allah untuk memuliakan dan mengoptimalkan amalan. (Sepotong dari isi Monday Love Letter)

Saya jadi teringat ceramah tentang keutamaan Ramadan. Katanya "betapa istimewanya bulan mulia ini hingga hanya orang rugilah yang ibadahnya masih sama seperti di bulan-bulan lain atau malah lebih sedikit."

Terus, apa hubungannya dengan produktivitas? Saya mencoba menarik konklusi: agar bisa produktif kita butuh kesadaran iman. Hanya dengan kesadaran imanlah kita bisa mewujudkan produktivitas ramadan. Hanya dengan kesadaran kita akan mampu tergerak beramadan sebaik mungkin. Dengan ibadah paling maksimal yang kita mampu. Karena panggilan jiwa, bukan karena ikut-ikutan ataupun berlomba dengan orang lain.

Nah terakhir, semua tentu tidak bisa tercapai tanpa doa-doa kita, mulai dari meminta agar selalu diberi hidayah dan tambahan petunjuk. Agar iman tidak mudah goyah, agar kita selalu bisa survive dengan segala badai ujian untuk tetap optimal dalam beramal.

-Hari kesembilan-