Friday 25 March 2016

Empat Titik Tujuh Dalam Kenangan

"Empat titik tujuh" seperti itulah para instruktur sering memanggilku. Empat berarti aku adalah anggota dari kelompok empat sedangkan tujuh merupakan nomor urut dari sepuluh anggota kelompokku. 

Empat titik tujuh yang tidak lain adalah identitasku selama mengikuti DAD (darul arqam dasar). Sebuah pengkaderan yang wajib diikuti oleh setiap mahasiswa Universitas Muhammadiyah Makassar. Aku adalah salah satu peserta DAD angaktan ke-39 yang diselenggarakan oleh PIKOM (pimpinan komisariat) IMM (ikatan mahasiswa muhammadiyah) FISIPOL-tempatku menimbah ilmu saat ini).

Pengkaderan yang kuikuti selama lima hari diakhir februari tahun ini adalah salah satu pengalaman luar biasa. Tak kusangka jika dad yang sebelumnya kuanggap hanya formalitas belaka ternyata mampu memberikan sesuatu yang begitu membekas. Sesuatu yang akan selalu kuingat sebagai sebuah pengalaman berharga sekaligus one of my unforgettable moments. 

****

Bagiku, lima hari dad merupakan detik-detik yang sangat mengesankan. Kami tidak diperbolehkan memegang hp juga benda-benda yang dianggap bisa mengganggu. Semuanya disita semetara waktu. Di hari pertama dan kedua, aku merasa itulah hari terberat selama dad berlangsung. Bagaimana tidak, dua hari itu kami masih berusaha untuk beradaptasi dengan sistem dad yang sungguh menguras tenaga

Pukul 3:30 adalah awal dari seluruh aktivitas yang dimulai dengan tahajjud berjamaah, lalu mengaji hingga adzan subuh. Setelah subuh kami mengikuti kajian ayat (tadabbur Al quran) yang dibawakan oleh pendamping kelompok. 

"Empat titik tujuh” seringkali disebut sebut-sebut oleh pendamping karena aku sering menguap bahkan sesekali tak sadarkan diri saat kajian ayat. Harus kuakui jika “ngantuk” adalah sesuatu yang paling sulit kutaklukkan juga bagian terberat yang nyaris membuatku menyerah. Tapi Alhamdulillah karena aku berhasil melewatinya.

Kajian ayat berlangsung sekitar satu jam lalu dilanjutkan dengan mendengarkan materi hingga pukul satu malam. Kami diharuskan duduk berjam-jam menyimak pemateri. Cukup makan tiga kali, shalat lima waktu dan izin ke wc menjadi jeda yang melegakan sepanjang 24 jam. Inilah bagian yang paling sulit selama prosesi dad, dimana kami harus tetap fokus menerima materi, berjuang melawan ngantuk, dan belajar mengabaikan lelah hingga waktu istirahat tiba.

Dua hari kami merasa bahwa waktu berjalan sangat pelan dan menyiksa. Keluhan mulai keluar dari bibir kami. Sebagai peserta kami harus merasakan capek level dewa yang terasa meremukkan badan sebagai konsekuensi dari keikutsertaan dalam kegiatan ini. Mau tidak mau, kami harus melaluinya.

Hari ke-tiga dan ke-empat kami mulai terbiasa dan terasa tidak sesulit dua hari sebelumnya. Kegiatan berlangsung seperti biasa. Masih ada rasa lelah namun mengesankan. Khusus hari ke-empat tepatnya di malam terakhir kami mengikuti sesi untuk merenung jamaah. Sebuah renungan yang membuat seisi forum riuh oleh tangisan. Sungguh malam yang luar biasa.

Hari ke-lima adalah akhir dari pengalaman yang luar biasa ini. Aku merasa sangat bersyukur dan beruntung bisa mengikuti dad kali ini. Karena dad sudah memberikan banyak hal berarti. Selain pengalaman, dad juga memberiku tambahan ilmu juga pelajaran berharga seperti bagaimana menikmati sebuah proses, sesulit apapun kita tidak boleh menyerah. Berlatih untuk tetap sabar dan ikhlas adalah hal yang sulit namun tidak mustahil, kita menjadi sanggup setelah melewati proses yang tidak mudah. 

Dad seperti angin segar yang terasa memperbaiki banyak pemahaman-pemahaman hidupku. Maka Setelah dad ini aku bertekad, jangan sampai lima hari bersejarahku berlalu tanpa makna. Aku tak ingin dad hanya berakhir sebagai pengalaman yang tak terlupakan. Biarkan dad menjadi momentum untuk sebuah perubahan lebih signifikan ke arah yang lebih baik lagi. 

Aku akan berusaha mengamalkan ilmu yang kudapatkan selama dad, juga kebiasan-kebiasan baik yang dibentuk selam lima hari bisa terus berlanjut. Dan semoga saja aku bisa konsisten, selalu istiqomah untuk kebaikan Insya Allah

#One Day One Post