Thursday 24 March 2016

Lelaki Sunyi

Namanya Yudha. Lelaki yang tengah asyik menyaksikan setiap kesibukan malam melalui dinding kaca kantornya. Sudah menjadi rutinitas yang tak pernah terlewatkan, setiap habis jam kerja ia akan berdiri sambil menikmati keramaian kota dari lantai 40 ruang kerjanya. 

Raut wajahnya datar namun tetap menunjukkan ciri karismatik seseorang dengan pembawaan yang tenang juga berwibawa. Di balik ekspresi dan ciri khasnya itu, ternyata  ia sangat pandai menyembunyikan sisi paling misterius dalam dirinya. Tak seorangpun tahu, bahwa setiap malam Yudha bisa berdiri berjam-jam dengan tatapan yang hanya bisa disaksikan oleh setiap benda mati di sekitarnya.
  
Andai sebuah kursi ataupun meja bisa berbicara, mereka akan menceritakan tentang tuannya yang hebat dan selalu dipuji seluruh staf kerja juga para karyawan tak lebih hanya seorang laki-laki kesepian. Setiap malam Yudha terpekur lama dengan pandangan kosong. Ia tidak pernah tahu kepada siapa bisa bercerita. Karena sudah terbiasa dengan kesendirian dan merasa nyaman terpenjara dalam jeruji sepi, ia tak tahu lagi bagaimana cara membebaskan diri.

Mungkin Ia terlalu mencintai kesendirian hingga tak pernah sekalipun merasa dekat dengan siapapun sejak hari itu. Suatu hari yang kemudian mengubahnya menjadi laki-laki sunyi. Di tengah hiruk pikuk keramaian dunia perasaanya selalu sama. Sepi.

Yudha kembali mengenang sebuah peristiwa yang tak pernah bisa terlepas dari ingatannya. Seperti matahari yang terbit dan terbenam setiap hari atau bumi yang tak pernah lelah berotasi. Seharipun ia tidaK bisa menolak hadirnya memenuhi kepala. Mencipta rasa sakit yang akan membuat matanya seketika menjadi sembab.  

Perasaan sunyi kembali melemparnya ke masa lalu. Di sebuah tempat, di mana ia pernah menitip harapan kepada seseorang yang sampai saat ini tetap saja ia sebut "cinta". Lima tahun sebelum malam ini, di suatu pagi yang mendung. Seorang perempuan sekaligus manusia paling dicintainya memutuskan mengakhiri cerita mereka.

“Yudha, Maafkan aku…” kata seorang perempuan kepada laki-laki yang tengah berdiri di hadapannya. Ekspresinya biasa saja namun terkesan dipaksakan. ia kemudan melanjutkan kata-katanya.

“Sepertinya aku sudah tidak bisa bersamamu lagi.” ucapnya pelan sambil menundukkan pandangan. Detik itu juga ia betul-betul tak punya nyali menatap mata lawan bicaranya.

“Maksudmu apa?” Balas Yudha dengan tatapan bingung menuntut sebuah penjelasan. Ia  tak habis pikir, kenapa perempuan yang sudah setahun lebih bersamanya tiba-tiba mengatakan sesuatu yang paling tidak diinginkannya. Perempuan itu sendiri yang pernah berjanji bahwa Ia tak ingin setia selain pada dirinya. 

Karena tak mendapat jawaban apapun, Yudha kembali bertanya. “Kenapa?” katanya dengan suara sedikit bergetar disusul dengan tanya yang lain. “Apa yang membuatmu tidak bisa bersamaku lagi? “Apa karena aku yatim piatu?" Tanyanya sedikit frustasi. Bukannya menjawab, perempuan yang baru saja ia tanya malah menggeleng lemah. Matanya memerah mencoba menahan tangis.

“Apa karena masa laluku yang begitu kelam?" Lanjut Yudha kali ini dengan suara yang terdengar parau. Pertanyaan itu berhasil membuat kedua matanya mulai berair. Itu adalah air mata pertama untuk seseorang. Seingatnya, ia tak pernah menangis hanya karena siapapun termasuk saat kehilangan sosok yang akrab dipanggil ayah-ibu

Kini perempuan di hadapannya hanya membisu. Tak melontarkan sepatah kata pun. Sebuah diam sudah cukup sebagai jawaban bahwa ia membenarkan pertanyaan tersebut.

Hening beberapa saat sampai Yudha kembali bersuara. “Kau tahu, aku menceritakan masa laluku karena aku percaya kau akan menerimanya sekelam apapun itu.” Ia terdiam sebentar lalu melanjutkan kata-katanya.

“Tapi ternyata aku salah. Kau malah  menghianati kata-katamu sendiri. Kata-kata yang berhasil mengusir keraguan, juga ketakutanku selama ini” lanjutnya, kini dengan intonasi yang lebih tenang. Ada kekecewaan mendalam saat semua yang sudah dikatakannya sama sekali tidak memberikan pengaruh apa-apa kepada perempuan yang masih menolak menatap matanya.
     
“Bahwa ada seseorang yang mampu mencintaimu lengkap dengan seluruh kehidupanmu. Kau bersedia mencintaiku beserta setiap kekuranganku juga termasuk masa laluku. Bagaimanapun bentuknya.” itu kalimat yang pernah kau katakan beberapa waktu lalu. Aku percaya kamu mencintaiku, tapi sepertinya tidak dengan seluruh hidupku.” Kali ini, kata-katanya hanya mempu terdengar oleh rasa sakit dalam hatinya.

Yudha lalu berbalik. Sekuat tenaga mencoba mengabaikan separuh hatinya yang tak ingin pergi tapi menginginkan sebuah penjelasan. Rasa sakit yang lebih besar dari keinginan tersebut berhasil membuatnya melangkahkan kaki, menjauhi perempuan yang membuatnya harus mencintai sekaligus terluka di waktu yang sama.

      ***
Yudha pun memutuskan pergi sejauh mungkin dari kota penuh kenangan tempat ia merasakan jatuh cinta untuk yang pertamakali. Tak pernah terbersit sekalipun di kepalanya jika perempuan itu telah menawarkan cinta dan kebahagiaan yang ternyata hanya semu. Kini ia terjebak dalam kondisi yang memojokkannya. Mau tidak mau harus dilalui. Tidak ada opsi lain selain memaksakan diri untuk tetap melanjutkan hidup. Mengumpulkan kembali stok ketegaran yang nyaris habis.

Jam menunjukkan pukul dua saat mengenang seluruh perasaan juga cerita menyakitkan itu berakhir. Setelah begitu banyak malam yang terlewati,  Yudha lalu memilih bijaksana menerima semuanya. Sambil tersenyum lega, ia merasa bersyukur karena sepertinya, waktu betul-betul berbaik hati mengobati kesedihannya.

Tiba-tiba Yudha merasa merindukan sosok yang pernah menorehkan luka begitu dalam. Perempuan dengan pemahaman hidup yang sungguh menakjubkan. Ia yang selalu membuat orang-orang merasa beruntung mengenalnya. Namun entah alasan apa hingga ia begitu tega mengambil keputusan yang jelas bertolak belakang dengan cara pikirannya selama ini. 

Bagaimanapun juga, Yudha percaya bahwa kehadiran perempuan itu tidak lain sebagai pengalaman, juga pelajaran berharga-tentang berdamai dengan rasa sakit lalu kembali melanjutkan hidup.
Dan malam-malam berikutnya tak ada lagi lelaki sunyi.


--One Day One Post