Thursday 18 August 2022

Day #18 Jangan Sakiti Aku

Setiap kata-kata, atau perlakuan orang lain terhadapku yang tidak aku sukai dan rencana reaksi terbaik yang akan aku lakukan jika aku mendapatkannya.

"Orang beriman tidak stres" kata seseorang ketika aku mengeluhkan banyak hal, merasa stres. Kata-katanya berhasil membungkamku, membuatku merasa "iya, aku memang belum seberiman itu, aku masih stres karena urusan-urusan dunia"—lalu aku merasa perlu mempertanyakan ulang segala hal yang selama ini kulakukan sebagai hamba, apa tidak ada nilainya sedikit pun di mata-Nya? 

Kemudian di waktu yang lain, seseorang mengomentari hobiku membaca buku, menyuruhku berhenti, bahkan menyindir dengan kalimat "beli buku terus ...." (seolah membeli buku adalah sesuatu yang tidak layak jika dilakukan terlalu sering)

Seseorang yang lain, dengan kata-katanya yang sinis dan nada meremehkan berujar;

"Tulisan-tulisan apa itu?" Ia membuat hobiku seperti tidak ada artinya, tidak penting, dan tidak pantas mendapat waktu yang lebih daripada kegiatan lain. Padahal, aku menulis agar kepalaku tidak meledak. Menulis adalah caraku agar tetap waras dan sedikit merasa baik-baik saja. Ia tidak tahu, sepenting apa menulis untukku.

Lalu dalam sebuah curhat—ia yang mungkin merasa paling benar berujar:

"Kamu egois. Jangan merasa paling menderita." Kalimat yang singkat tapi sangat membekas hingga hari ini. Memikirkannya membuatku merasa sebagai makhluk paling egois. Perasaanku tidak diterima dan aku terpaksa mengakui jika barangkali aku memang demikian. Egois dan selalu merasa sebagai pihak yang paling dilukai. Aku betul-betul merasa buruk dengan perkataan seperti itu.

Karena sudah mengalaminya dan tidak menutup kemungkinan akan terulang kembali (entah dari siapa), maka aku memilih tidak akan bereaksi apa-apa selain diam. Cukup maklum, siapa pun bisa salah kata, dan aku tidak perlu meresponsnya berlebihan. Aku sadar, aku tidak bisa mengendalikan apa kata orang, apa asumsi mereka karena satu-satunya yang berada dalam kendaliku adalah bagaimana aku bersikap. Aku tidak akan menangis diam-diam seperti dulu dan lebih memilih menganggapnya angin lalu—jangan sampai membuatku hancur dan merasa dilukai. 

—Makassar, sehabis Isya di ruang tengah