Tuesday 9 August 2022

Day #6 Hari Terakhirku

Jika ini adalah hari terakhirku hidup di dunia, satu hal penting yang ingin aku lakukan adalah ….

Menghubungi satu per satu orang-orang penting dalam hidupku. Mereka yang selama ini memberikan kontribusi berarti, orang-orang baik yang sudah dihadirkan Tuhan sebagai perantara untukku memahami banyak hal. 

Urutan pertama tentu saja keluarga, unit terkecil dari kelompok sosialku yang paling memberi dampak besar selama masa awal pertumbuhanku. Aku akan mengatakan kepada mereka, betapa aku sangat menyayangi kalian, aku sangat beruntung memiliki keluarga ini, aku teramat bersyukur bisa hadir di tengah orang-orang baik yang tak henti mengalirkan kebaikan padaku—tidak peduli seburuk apa pun aku. Karena pada akhirnya, aku sadar, keluarga adalah akar, tempat aku tumbuh pertama kali, belajar menjadi manusia dan menjadi bagian dari sebuah hubungan. 

Akan kusampaikan kepada mereka, satu per satu; kak, terima kasih karena … aku akan menyebutkan setiap kebaikan-kebaikan kecil yang masih hangat dalam ingatan, entah yang sudah sangat lama berlalu hingga yang baru saja. Akan kukatakan semua yang sanggup kukenang dalam memori: aku pernah dipukul karena hujan-hujanan dan aku mengenangnya seumur hidup, aku pernah diantar ke sekolah di hari pertamaku dan aku takkan lupa karena aku terlalu takut menghadapi orang-orang asing tanpa genggaman tangan seorang kakak, aku pernah ditolong mengerjakan pr matematika yang nyaris membuatku menangis, aku pernah begitu bahagia mendapat tas baru yang kuidam-idamkan sekian lama, dan banyak lagi kebaikan yang abadi sebagai kenangan manis. 

Aku memang terlalu pengingat dan aku merasa beruntung sebab ada banyak detail kecil yang masih terarsip di bank ingatanku. Lalu setelah ucapan terima kasih aku akan meminta maaf dengan cara yang sama: kusebutkan semua kesalahanku yang pernah membuatku tersiksa karena rasa bersalah dan ketidaksanggupanku meminta maaf. 

Bahwa ada begitu banyak hal keliru yang kuyakini sudah melukai hati mereka dan aku ingin mereka memaafkannya. Akan kuakui satu hal yang sekian lama tak pernah sanggup kukatakan dengan terus terang; aku bukan tidak peka, aku hanya terlalu egois dan gengsi tuk meminta maaf. Aku tahu aku salah dan perasaan bersalah kubiarkan menjadi luka yang tak pernah tertangani. Aku selalui dilanda perasaan tak pantas, tak berharga, tak pernah layak tiap kali kuselami semua kesalahan itu. Rasa bersalah yang menumpuk sekian lama merantai langkahku, membuatku menjadi seseorang yang penuh emosi, tidak stabil. Di luar mungkin aku tampak baik-baik saja, tapi di dalam tidak. Dalam diam aku hancur oleh rasa bersalah. 

Kemudian kepada teman-teman dekatku, sahabat, dan guru-guru kehidupan yang sangat berjasa memberiku begitu banyak pengalaman dan pelajaran berharga. Kusampaikan dengan tulus ucapan terima kasih dan juga maafku. Bahwa aku sangat berterima kasih karena mereka sudah hadir. Keberadaan mereka sungguh merupakan sesuatu yang bermakna dan meninggalkan kesan mendalam di hatiku. Dan maaf, untuk segala salah yang sengaja ataupun tidak.

Lewat kata-kata, aku ingin memberi kesan terakhir yang semoga menyenangkan. Bahwa di hari terakhirku aku hanya ingin merasa dicintai dan mencintai. 

—Makassar, 6 Agustus 2022