Tuesday 9 August 2022

Day #7 Aliran Rasa

Sesuatu yang mendominasi perasaanku selama sepekan ke belakang. 

Mungkin ini yang disebut JOMO, joy of missing out, kebalikan dari FOMO (fear of missing out) sesuatu yang membuat orang-orang begitu kecanduan dengan sosial media. Kuakui, aku pun pernah di masa itu, lalu ketika menengok jejak sekian tahun lalu aku hanya bisa tersenyum kecut. Sebab tersadar, betapa tidak pantas rasanya saya julid (walaupun hanya sebatas ngedumel dalam hati) kepada orang-orang yang dalam pandanganku—yang sangat sempit ini—begitu asyik menghabiskan waktunya hanya scroll sosial media. Bahkan pernah, dengan sinisnya aku berujar “bukan sayang kuota, tapi waktu, kuota kalo habis masih bisa dibeli, kan” ketika suatu hari aku membantu kakak mencari pengaturan untuk membatasi pemakaian tiap aplikasi, digital wellbeing/app timer di smart phone-nya. Karena aku menggunakan fitur ini sebagai cara membatasi diri dengan dunia maya, (meminjam istilah dari Atomic Habits) alat menjaga komitmen.

Memang, tidak terasa, sudah dua minggu sejak aku memutuskan meng-uninstall dua aplikasi sosial media yang paling sering kumainkan: Twitter dan Instagram, lalu mulai melakukan decluttering digital. Singkatnya, aku diet digital besar-besaran. 

Rasanya begitu melegakan; waktu berhadapan dengan WhatsApp tidak sampai sejam sehari, tidak merasa perlu membagikan momen tertentu hingga tak ada lagi saat-saat aku merasa harus menonton story orang-orang, yang kebanyakan daily life, yang kadang malah membuatku menyesal sendiri (melihat sesuatu yang jelas-jelas tidak kuperlukan itu). Semua ini terasa menyenangkan. Aku bahkan memutuskan untuk melepas satu amanah yang selama ini membuatku harus mengecek wa tiap beberapa jam.

Waktu-waktu yang biasanya habis di depan layar hp kini kualokasikan untuk menulis (termasuk writing for healing ini) dan melanjutkan membaca buku-buku baru dan lama. 

Selama Agustus ini perasaan yang mendominasi hanya tenang, dan jauh dari resah. Aku betul-betul merasa hadir dalam hidupku, sepenuhnya. Aku makan tanpa menonton YouYube atau Disney+ seperti biasanya. Aku jadi lebih rajin makan dan lebih teratur. Aku pun lebih menghargai masakan yang kubuat dengan menu yang itu-itu saja dan rasa yang biasa saja, tapi cukup untuk membuatku makin tidak tega jika harus membuang makanan sisa seperti yang sering terjadi,  makanan yang tak sanggup kuhabiskan berakhir di tempat sampah.

Aku sangat menikmati kesunyian tanpa distraksi apa pun, meski di beberapa momen aku pun masih menangis dengan alasan yang sulit dibahasakan, atau kadang malah dikeroyok perasaan sangat sepi dan teramat ingin pulang ke masa lalu; ketika duniaku penuh riuh dan dikelilingi orang-orang terkasih. Memang, ada saja kenangan tak terduga yang menerobos ruang ingatan pada saat-saat tak terprediksi. Namun, semelankoli bagaimana pun situasi yang kuhadapi, aku selalu mampu kembali menenangkan diri, mengumpulkan remah-remah ketegaran yang tercerabut memori lama. 

Dalam diam aku selalu melatih diri tuk mengucapkan "Laa haulaa wala quwwata illa billah" ... berharap ketenteraman batin segera memenuhiku, mencukupi hidupku.  

—Makassar, 7 Agustus 2022