Tuesday 9 August 2022

Day #2 Selepas Kau Pergi

Rasanya ditinggalkan oleh orang tersayang dan pembelajaran berharga yang kudapatkan karenanya.

Perpisahan itu begitu tak terduga. Tiba-tiba saja aku sudah berada dalam kamar dengan suara tangisan memenuhi seisi ruangan. Bapak masih berbaring dengan selang infus yang masih sama dengan beberapa hari lalu—bedanya, saat itu sudah tak ada lagi kehidupan di sana. Tubuh itu tak lagi bernafas, mata itu, selamanya akan terpejam. Jasadnya sisa seonggok badan dengan kenangan panjang dalam ingatan kami.

Jika ditanya bagaimana rasanya, aku tidak tahu pasti selain hanya 'kesedihan' karena ditinggal. Sedih karena statusku kini menjadi yatim, seseorang yang ditinggal mati oleh sosok ayah. Saat itu aku belum terlalu paham kehilangan. Aku masih duduk di bangku SD, anak sepuluh tahun yang masih terlalu dini tuk menafsir perpisahan bersama seluruh perasaan yang hadir. Yang kutahu pasti, bapak meninggal yang berarti ia akan dikubur dan kami pun berpisah selamanya. Ia, selamanya.
 
Aku menangis banyak sekali hari itu. Bagaimana tidak, untuk pertama kali aku menyaksikan mama dan dua orang kakak laki-lakiku terisak begitu keras. Mereka menangis lebih kencang dibanding siapa pun hari itu. Dua orang kakak laki-laki yang kupikir tidak pernah menangis ternyata bisa sedahsyat itu dihantam kehilangan.

Orang-orang datang silih berganti. Aku tidak mengerti mengapa tiap kali mereka melihatku, mata-mata itu seolah menaruh perhatian lebih—yang kini kutahu, tentu saja itu karena melihatku, si anak bungsu paling kecil yang masih tidak tahu apa-apa. Ada tatapan iba yang kubaca ketika melihat orang-orang yang menaruh prihatin itu pamit undur diri. Beberapa mengelus bahuku, bahkan sampai memelukku. Sekali lagi, aku masih terlalu kecil tuk paham arti kehilangan.
 
Pelajaran berharga di balik kehilangan, khususnya orang tua membuatku sadar, bagaimana jika kelak aku pun harus menjadi pihak yang meninggalkan? Sepatah hati apa orang-orang yang kusayang jika aku pergi? Bagaimana aku akan diingat? 

Banyak hal yang semestinya tidak perlu menjadi kekhawatiran jika aku selalu bersiap, mengupayakan akhir yang terbaik. Sebab tak ada yang paling pasti selain mati. Kepergiaan yang akan dialami siapa pun. Dan apa yang bisa ditinggalkan setelah kehidupan ini usai, apa yang paling dibutuhkan jika sudah berpisah hanya doa. Pun, bapak tidak butuh puisi atau surat cinta, ia hanya butuh doa. Doa-doa dari anak shalih, sebuah cita-cita semasa hidup. 

—Makassar, 2 Agustus 2022